Skip to main content
PN

PN Kendari Tinjau Lokasi Lahan Masyarakat yang Diduga Diserobot oleh Oknum Pejabat Pemkot

HALUANRAKYAT.com, KENDARI -  Pengadilan Negeri (PN) Kendari bersama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Kendari melakukan peninjauan lokasi lahan yang diperkarakan yang menyeret Asisten III Pemerintah Kota Kendari, Amir Hasan sebagai salah satu terdakwa, Jumat (8/10/2021). 

Peninjauan lokasi yang terletak di Lorong Simbo, Kelurahan Watubangga, Kecamatan Baruga, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) ini disaksikan masing-masing kuasa hukum dari kedua belah pihak baik terdakwa maupun korban. 

Ditemui di lokasi, Anggota Majelis Hakim PN Kendari, Ahmad Yani mengatakan, peninjauan lokasi ini dilakukan guna mengetahui apakah benar dakwaan ini mencocoki perbuatan dua orang terdakwa yakni seorang warga bernama Ndehe dan Asisten III Pemkot Kendari, Amir Hasan. 

"Tanah yang ditunjuk oleh Ndehe ini sudah ada sertifikatnya. Dilakukanlah pelaporan atas dugaan penyerobotan. Nah ini yang sekarang ini kita periksa apakah tanah yang ditunjuk Almarhum Ndehe ini adalah betul-betul miliknya. Kedatangan kami ini sebetulnya, bukan untuk mencari keabsahan tanah ini atau siapa sih yang memiliki tanah ini, bukan. Karena pemeriksaannya beda (melalui perdata), tapi kita melihat obyeknya, apakah betul dakwaan itu mencocoki dengan perbuatan terdakwa. Artinya ada orang yang membuat keterangan, dan keterangan itu dianggap tidak sesuai dengan faktanya. Nah, untuk menyatakan itu salah atau tidaknya, ada hasil pemeriksaan nanti Majelis yang akan simpulkan. Apakah dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum terbukti atau tidak," beber Ahmad. 

Memang, kata dia, tidak bisa pungkiri bahwa perkara ini sangat sulit untuk pembuktiannya dan sangat susah. Diperlukan keberanian untuk membuktikan perkara ini. 

"Bisa saja kemudian hasil pemeriksaan sengketa, hal ini tidak masuk dalam rumusan Pidana. Tetapi bisa juga ini bisa terbukti, manakala semua fakta yang bisa diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum itu ternyata memang betul. Itulah gunanya diperiksa oleh Majelis, supaya dalam musyarawah Majelis saling melihat," imbuhnya. 

Salah satu fakta yang muncul saat peninjauan lokasi ini adalah terdapat dua sertifikat di atas lokasi yang sama. 

"Jadi di sini kita melihat, memang ada indikasi kesalahan di persoalan administrasi di pertanahan kita. Mudah-mudahan ke depan dengan teknologi kita semakin bagus, semakin canggih yang dilakukan ploting melalui satelit ketika dilakukan GPS untuk dilakukan sertifikat akan kelihatan kalau sudah ada pemiliknya. Dan itu tidak bisa lagi diterbitkan sertifikatnya," jelasnya. 

Diketahui, luasan yang menjadi obyek hukam dalam kasus ini sesuai sertifikat induk tahun 1979 adalah dua hektare, sebelum dipecah menjadi dua sertifikat hak milik atas nama Wilson Siahaan. 

"Itulah yang menjadi klaim dasar, bahwa pemohon itu sudah mengklaim bahwa tanah yang dimaksud adalah tanah miliknya. Itulah alasan pelapor melaporkan adanya penyerobotan tanah. Untuk itu juga bahwa, yang melaporkan ini adalah betul-betul tanah miliknya. Tapi tadi kita melihat juga bahwa tadi ada sertifikat juga di atas tanah itu dan kemudian untuk diketahui juga tadi dicek melalui satelit pertanahan itu jelas bahwa tanah itu milik pak Wilson Siahaan," timpal Ahmad. 

Sementara itu, Kuasa Hukum terdakwa Ibu Tehe, Suratman Hamid mengatakan, lahan ini dikuasai oleh kliennya bersama suaminya almarhum Ndehe seluas kurang lebih 5000 meter persegi. Tetapi kemudian tanah itu sudah dijual sebagian ke beberapa pihak. 

"Salah satunya (dijual kepada) Pak Djabir, sehingga yang tersisa dari penjualan itu kurang lebih sekitar 2000 meter persegi," kata Suratman Hamid. 

Kemudian, lanjutnya, tanah inilah yang bersih dan dikuasai oleh kliennya sejak tahun 1979 yang bersama suaminya kemudian mengolahnya sampai dengan sekarang ini. 

"Ibu Tehe merasa dari sejak tahun 1979 sampai dengan tahun 2019 itu tidak pernah ada yang mengklaim lahan tersebut, dan tidak pernah ada yang muncul bawa sertifikat. Nanti tahun 2020 baru lah muncul, itupun bukan Pak Wilson Siahaan secara langsung, tetapi melalui kuasanya, yaitu Lettu Herman seorang tentara aktif TNI AD karena pak Wilson Siahaan seorang purnawirawan memberikan kuasa kepada oknum tentara aktif. Mereka mau melakukan pengukuran didalam, tapi ibu Tehe bersama keluarganya melarang dan keberatan," bebernya. 

Suratman mengatakan, kliennya mengusai tanah itu dengan dasar Surat Kepemilikan Tanah (SKT) tahun 2004 yang dikeluarkan Lurah Baruga saat itu, Amir Hasan. Tidak disangka ternyata ada sertifikat di lahan tersebut. 

Sementara itu, Kuasa Hukum dan Juru Bicara dari Wilson Siahaan, Agung Widhi Immanuel mengatakan, dalam data komputer tablet milik BPN Kota Kendari, bahwa obyek atau tanah tersebut benar milik kliennya Wilson Siahaan. Meskipun tadi ada beberapa orang tiba-tiba datang membawa salinan sertifikat untuk diperlihatkan kepada pihak PN Kendari dan BPN Kota Kendari. 

"Mereka tiba-tiba datang dan membawa sertifikat. Saya tidak tau siapa mereka, atau tidak pernah melihat mereka menjadi saksi dalam perkara ini di persidangan. Mereka darimana, saya tidak tau. Dan yang paling penting dalam permasalahan ini adalah memang tanah yang menjadi obyek persengketaan memang tanah milik pak Wilson Siahaan," jelasnya. 

Agung juga menjelaskan, bahwa salah satu terdakwa yang membuat SKT tersebut telah mencoba melakukan langkah-langkah persuasif dengan memberikan uang sejumlah Rp200 juta dan dibuat surat pernyataan yang tidak hanya ditandatangani, tapi juga dicap jempol, agar penyerobot tanah ini mau meninggalkan lokasi tanah tersebut. Bukti ini juga telah ditunjukkan di muka persidangan beberapa waktu lalu. 

Agung berharap perkara atau permasalahan ini segera mendapatkan kejelasan dan lekas berakhir. Tentunya, ia menyerahkan putusan itu pada Majelis Hakim. 

"Kami harap masing-masing daripada perangkat sidang dalam perkara ini dapat berperan menegakkan hukum guna memberikan sesuatu yang berfaedah kepada orang lain dan bahkan masyarakat luas untuk perkara-perkara sejenis atau serupa ini ke depannya," pungkasnya.

Add new comment

Plain text

  • No HTML tags allowed.
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.