HALUANRAKYAT.com, KENDARI -- Asosiasi Rumah Makan, Refleksi, Bioskop, Karaoke, Warkop, dan Pub (Arokap) Sulawesi Tenggara melakukan sosialisasi pembayaran royalti hak cipta, Jumat (6/10/2023).
Ketua Arokap Sultra Amran mengatakan, pihaknya berkewajiban mensosialisasikan kepada para pengguna lisensi musik yang ada di Bumi Anoa.
Ia menyebut, pengurusan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) anggota Arokap Sultra pasca covid akan ditertibkan pada 2023 karena merupakan suatu kewajiban yang harus dibayarkan. Pasalnya, mereka sudah menggunakan karya orang untuk menghasilkan uang dan bertujuan ekonomi dan komersial.
Ia mendata bahwa sebelum wabag Covid-19 melanda, karaoke di Kota Kendari berjumlah 30 tempat. Namun, pasca Covid-19 beberapa di antaranya mati dan tersisa 26 tempat di luar dari restoran, warkop, biliar dan tempat usaha lainnya.
“Semua yang menggunakan musik itu diberikan penertiban dan informasi. Makanya kami lakukan sosialisasi secara terbuka kepada semua yang berusaha dan menggunakan musik. Masa kita pakai musiknya orang, lagunya orang, melodinya orang lantas kita tidak bayar. Kan lucu,” tambah Amran.
Persoalan pembayaran, lanjut Amran, pengguna lisensi langsung berurusan dengab LMKN, sementara Arokap hanya bertugas pada tahapan sosialisasi.
"Di surat-surat yang saya lampirkan kepada mereka itu dan yang sudah saya sampaikan, alhamdulillah mereka sudah terima, di situ ada nomor telepon dan emailnya langsung ke LMKN. Komunikasi langsung saja,” ungkapnya.
Sementara itu, Pelaksana Harian (Plh) LMKN, Budi Yuniawan mengatakan bahwa pihaknya selalu melakukan sosialisasi dan edukasi kepada para pengguna musik, khususnya yang berada di daerah-daerah. Hal tersebut dilakukan agar ada kesadaran hukum untuk membayar royalti.
“Hambatan dan tantangan di tiap daerah pasti ada. Tapi kami harapkan dengan adanya sosialisasi ini, semua bisa teratasi lah. Artinya mereka juga kan kemungkinan kemarin-kemarin itu kurang paham. Jadi melalui sosialisasi ini kita bisa memberitahukan informasi sejelas-jelasnya kepada mereka,” ucap Budi.
Kata dia, ketaatan pembayaran royalti tersebut telah tertera dalam UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang hak cipta. Di dalamnya ada penjelasan mengenai mengapa harus membayar royalti.
"Sanksinya tertera pada pasal 113 yang salah satu bunyinya bahwa seseorang yang tanpa hak atau tanpa izin dari pencipta atau pemegang hak cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana diatur dalam pasal 9 ayat 1 huruf a, huruf b, huruf e, dan huruf g untuk penggunaan komersial dapat dihukum penjara maksimal 4 tahun atau denda maksimal Rp1 miliar," ungkapnya.