HALUANRAKYAT.com, KENDARI - Bank Indonesia memproyeksikan ekonomi Sulawesi Tenggara akan tumbuh positif pada tahun 2022.
Kepala Perwakilan BI Provinsi Sulawesi Tenggara Bimo Epiyanto mengatakan, pertumbuhan ekonomi Sultra di 2022 diproyeksikan berada di angka 3 persen.
"Di 2021 ekonomi Sultra tumbuh di angka 3 persen. Outlook ekonomi nasional 2022 di angka 4,7 - 5,5 persen year on year. Pertumbuhan ekonomi Sultra 2022 lebih tinggi dari 2021," kata Bimo, Jumat (7/1/2022).
Bimo menjelaskan, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Sultra 2022 di antaranya adalah membaiknya kondisi mitra dagang utama Sultra yakni China.
Hal itu terlihat dari perkiraan indeks PMI Manufaktur China pada 2022 sebesar 51,3 poin yang diperkirakan dapat menarik perbaikan kinerja tambang dan industri pengolahan di Sultra.
"Hal lain adalah adanya penyelenggaraan event di Sultra yang sempat tertunda dan dijadwalkan kembali secara offline pada 2022 diperkirakan akan mendorong kinerja konsumsi," imbuhnya.
Selain itu, membaiknya konsumsi masyarakat telah mendorong kinerja perdagangan selaras dengan vaksinasi dosis lengkap dan perkembangan Covid-19 yang melandai.
"Berlanjutnya proyek fisik pemerintah, realisasi investasi beberapa pelaku usaha sektor pengolahan nikel. Beroperasinya Bendungan Ladongi yang berpotensi berdampak positif terhadap sektor pertanian," jelas Bimo.
Meski demikian, ekonomi Sultra di 2022 juga masih berada di bawah bayang-bayang ancaman dan tantangan yang komplek.
Hal itu di antaranya dipengaruhi oleh pengurangan pagu anggaran dari Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar 8,62 persen.
"Adanya varian Covid-19 Omicron yang berpotensi menyebabkan pengetatan PPKM dan pembatasan mobilitas di sejumlah daerah yang berdampak pada tertahannya konsumsi masyarakat secara luas," ungkap Bimo.
Kemudian, adanya pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) terkait pembatasan operasional kapal berukuran lebih dari 30 GT di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 714 yang dijadikan spawning ground berpotensi mengurangi operasi kapal berukuran lebih dari 30 GT.
"Itu berpotensi mengurangi pasokan ikan dan menaikkan harga ikan di Sultra. Hal ini bisa menyebabkan inflasi," jelasnya.
Selain itu, faktor eksternal seperti kondisi perekonomian di negeri tirai bambu China juga akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Sultra di 2022.
"Potensi lanjutan enegry crunch atau krisis energi di China yang dapat menghambat perbaikan ekonomi China. Kalau itu terjadi, pasti akan berpengaruh ke perekonomian Sultra karena mitra ekonomi terbesar kita adalah China dari sektor pertambangan nikel," bebernya.