HALUANRAKYAT.com, KENDARI - Enam orang saksi dihadirkan dalam sidang lanjutan kasus penyerobotan lahan dengan terdakwa Asisten III Pemerintah Kota Kendari, Amir Hasan, Selasa (7/9/2021).
Enam saksi itu adalah dua orang pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Kendari, Yuda dan Edison; Camat Baruga periode 2003-2008 Bisman Saranani, Lurah Watubangga periode 2010 hingga saat ini, Safril Tekaka; seorang warga bernama Ludin, serta anak pemilik lahan bernama Jury Siahaan.
Dalam persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim I Nyoman Wiguna ini, dua pegawai BPN Kota Kendari, Yuda dan Edison bersaksi di bawah sumpah menjelaskan bahwa benar tanah yang diserobot oleh salah satu terdakwa bernama Tehe adalah benar milik korban Wilson Siahaan.
"Saya mengetahui dan pernah lihat Sertifikat nomor 55 tahun 1979 atas nama Wilson Siahaan. Letaknya di Kelurahan Watubangga, Kecamatan Baruga," kata keduanya di hadapan peserta sidang.
Keduanya juga mengaku pernah melakukan pengukuran ulang terhadap tanah itu. Luasnya awal tanah tersebut adalah 2 hektare. Setelah terjadi pemisahan sertifikaf sebanyak dua kali, jumlah luasan menjadi berkurang.
"Nomor sertifikat tetap 55 namun jumlah luasan berkurang karena tanah dijual. Saat melakukan pengukuran ulang, kami melihat ada bangunan semi permanen 2 atau 3 rumah. Kami sudah memberitahu bahwa tanah ini memiliki sertifikat hak milik atas mama Wilson Siahaan," imbuhnya.
Sementara itu, saksi lainnya bernama Bisman Saranani yang merupakan Camat Baruga tahun 2003 hingga 2008 menjelaskan, memang pernah ada dua orang mendatanginya di Kantor Camat Baruga membawa surat keterangan kepemilikan tanah.
"Pernah saudara terdakwa (Amir Hasan) atau stafnya, dua orang itu. Staf atau yang bersangkutan membawa SKT ke kantor saya waktu itu. Menurut pemilik surat itu untuk agunan untuk dapat pinjaman koperasi dan saya tanda tangan," kata Bisman.
Ia langsung menandatangani surat yang diajukan warga itu tanpa melakukan pengecekan lapangan karena melihat surat itu telah ditandatangani oleh RT, RW, saksi-saksi, serta Lurah saat itu Amir Hasan.
"Tanah saya tidak periksa, tidak turun lapangan karena sudah ditandatangani tiga saksi, RT, RW dan lurah. Saya langsung tandatangan. Saya tidak tanyakan lagi karena wilayah itu saya tahu persis itu masih di wilayah Baruga. Ketua RW (bernama) Jabir yang datang bawa. Katanya jaminan pinjam uang di koperasi simpan pinjam," bebernya.
Mendengar jawaban itu, saksi Bisman Saranani mendapat semprotan dari ketua majelis hakim. Menurut ketua majelis hakim, Bisman telah bertindak ceroboh dengan tidak melakukan pengecekan lapangan terhadap permohonan pembuatan surat keterangan tanah itu.
"Bapak itu PPAT (pejabat pembuat akta tanah) Luar Biasa, Ex Officio pada saat itu. PPAT gak boleh asal cap cap cap saja. Bapak harus tahu prosedur itu. Ada prosedurnya," kata ketua majelis, I Nyoman Wiguna.
Sementara itu, anak korban Wilson Siahaan, Jury Siahaan bersaksi bahwa pihaknya selaku pemilik sah tanah tersebut mengalami kerugian atas tindakan para terdakwa yang menyerobot lahan tersebut.
"Orang tua kami mengatakan kepada kami bahwa tidak pernah ada memberikan ijin kepada orang lain untuk masuk beraktivitas di atas tanah itu. Orang tua kami memiliki sertifikat tanah itu. Tentu sangat merugikan orang tua kami selaku pemilik sah tanah bersitifikat itu karena tidak bisa melakukan ativitas atau berkegiatan di lokasi," ujarnya.
Persidangan ini sendiri diagendakan akan dilanjutkan pada Jumat, 10 September 2021 masih dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi.