HALUANRAKYAT.com, KENDARI - Belasan orang yang merupakan ahli waris pemilik lahan lapangan golf Sanggoleo Kendari mendatangi Pengadilan Negeri Kendari, Rabu (29/9/2021).
Mereka memprotes batalnya sita eksekusi tanah seluas 15 hektare yang sebagian besar masuk ke dalam areal lapangan golf Sanggoleo.
"Besok mungkin Ketua PN Kendari akan sidang terkait masalah poin pertamanya adalah tanah itu masih milik kami dan pihak Pemprov menyewa tanah kami dan segera membayar Rp4,2 milyar. Besok Ketua PN akan sidang memaksa Pemprov membayar sewa tanah itu," kata juru bicara keluarga penggugat, Ramli Rahim.
Ramli bersikukuh berdasarkan putusan peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung, tanah itu milik keluarganya dan pihak Pemprov menyewanya.
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 196/PK/Pdt/2015, pihak ahli waris Sangga Kalenggo memenangkan gugatan atas tanah seluas 10,5 hektare yang disengketakan dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara.
Lahan yang disengketakan itu merupakan bagian seperempat dari total sekitar 40 hektare lahan lapangan golf Sanggoleo Kendari.
Terkait putusan itu, Pengadilan Negeri Kendari telah menerbitkan Anmanning dengan nomor 20/Pen.Pdt.Anm/2009/PNKdi tanggal 17 Juni 2021.
Atas penerbitan Anmanning itu, pihak keluarga ahli waris Sangga Kalenggo pada Senin, 26 Juli 2021 telah melakukan pemasangan plang di area lahan golf milik yang sebelumnya dikuasai oleh Pemprov Sultra di Kelurahan Watubangga, Kecamatan Baruga, Kota Kendari itu.
"Sengketa lahan ini dimulai pada tiga belas tahun lalu. Kami menangkan perkara ini di Mahkamah Agung. Tiga minggu yang lalu, Pengadilan Negeri Kendari memfasilitasi kami untuk ketemu sama perwakilan Pempro Sultra di Biro Hukum untuk membicarakan ganti rugi yang sifatnya final dan mengikat. Namun tak ada hasil," beber Ramli.
Menurut Ramli, PN Kendari telah memberikan teguran keras kepada Pemprov untuk membayar lahan yang telah dimenangkan oleh ahli waris.
"Jika Pemprov dalam rentang waktu dua pekan dari sekarang tidak beritikad baik menyelesaikan ini, kami pihak ahli waris akan membuat aktivitas di lahan kami ini, mungkin membangun rumah," tegasnya.
Pihak keluarga menuntut Pemprov membayar ganti rugi atas penguasaan lahan selama kurang lebih tiga belas tahun itu.
"Kami minta ganti rugi berdasarkan NJOP saat ini yakni Rp500 ribu meter persegi," timpalnya.
Sementara itu, Humas PN Kendari, Ahmad Yani menjelaskan, pihak keluarga penggugat telah salah memahami istilah sita eksekusi.
"PN rencananya akan melakukan sita eksekusi, pemahaman mereka itu PN akan melakukan eksekusi, padahal bukan. Salah satu prosedurnya tanah itu sebelum dieksekusi dilakukan sita eksekusi. Tentu, PN adalah lembaga yang berada di bawah PT harus menyampaikan ke PT terkait rencana sita eksekusi ini. Pemahaman pemilik lahan bahwa hari ini akan ada eksekusi, itu mereka marahkan," kata Yani.
Sita eksekusi dimaksudkan agar siapapun tidak masuk ke dalam wilayah itu dan beraktivitas di dalamnya, termasuk bermain golf di area yang disengketakan.
Menurutnya, putusan MA untuk kasus lapangan golf itu sebenarnya yang mau dieksekusi adalah pembayaran sejumlah uang.
"Memerintahkan tergugat dalam hal ini Pemprov Sultra untuk membayar kepada penggugat sebesar Rp4,2 milyar. Sekarang kami akan meminta Pemprov untuk mematuhi itu. Jika tidak membayar, ya tentu kita akan minta Pemprov untuk mematuhi putusan hukum," timpalnya.
Ia juga mengatakan, pimpinan di Pengadilan Tinggi meminta pihaknya agat berhati-hati di dalam masalah ini.
"Pimpinan di PT meminta PN bersikap hati-hati dengan membaca baik-baik amar putusannya," tutupnya.