Skip to main content
Bulamalino

Mengenal Bula Malino, Syair Buton Beraksara Arab-Melayu

HALUANRAKYAT.com, KENDARI - Bula Malino adalah salah satu naskah Buton berbentuk syair. Naskah tersebut ditulis dalam bahasa Wolio dengan menggunakan aksara Arab-Melayu modifikasi Wolio atau lazim disebut “Buri Wolio”.


Hasil penelitian empat orang peneliti dari Universitas Halu Oleo yakni Profesor La Niampe, Wa Ode Sifatu, Kadir, dan Sri Suryana Dinar, alas naskah yang digunakan dalam Bula Malino adalah kertas dengan jenis cap kertas yaitu kertas Eropa. 


"Melalui salah satu baris dalam teksnya diketahui bahwa teks naskah Bula Malino dikarang oleh La Ode Muhammad Idrus Kaimuddin. Dalam sejarah Buton, La Ode Muhammad Idrus Kaimuddin tercatat sebagai sultan Buton ke-29 (1824-1851)," ungkap La Niampe dalam hasil penelitian tersebut. 


Selain dikenal sebagai sultan, lanjutnya, ia juga dikenal sebagai ulama besar Buton yang sangat produktif dalam menulis naskah; menulis naskah dalam tiga bahasa (bahasa Wolio, bahasa Melayu, dan bahasa Arab). 


"Melalui kajian teks, diketahui bahwa teks naskah Bula Malino berisi tentang nasihat La Ode Muhammad Idrus Kaimuddin yang ditujukan kepada dirinya diantaranya; agar jangan mabuk dengan kesenangan dunia dan agar senantiasa mengajari dan menyayangi diri sendiri," imbuhnya.


Selain itu, juga berisi ajaran agar senantiasa melaksanakan rukun Islam, berzikir, bersalawat dan salam serta memohon doa pada waktu tengah malam dan agar jangan membual dan memfitnah sesama, agar senantiasa mensucikan diri,  agar mengetahui kejelekan dunia.


"Juga agar tidak mengutamakan kekuasaan dan kebangsawanan, agar senantiasa bertawakal dan berpegang pada janji nabi, agar sering mendengarkan pengajaran, agar berkata apa adanya, agar jangan memakai kebohongan, dan agar senantiasa ikhlas hati dalam mengenang rahasia Tuhan," jelasnya.


Naskah Bula Malino dianggap sangat penting dan populer; selain tersimpan di koleksi almarhum Abdul Mulku Zahari di Buton juga tersimpan di beberapa koleksi-koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia di Jakarta, koleksi Arsip Nasional Indonesia, dan KITLV di Leiden, Belanda). 


Beberapa salinannya juga tersebar di kalangan masyarakat secara perseorangan, baik di wilayah bekas Kesultanan Buton maupun di luar wilayah bekas Kesultanan Buton.

Add new comment

Plain text

  • No HTML tags allowed.
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.