Skip to main content
Hermina

Pasien Meninggal Usai Operasi, RS Hermina Kendari Diduga Lakukan Malapraktek

HALUANRAKYAT.com, KENDARI -- Seorang pasien di Eumah Sakit Hermina Kendari meninggal dunia diduga akibat tindakan malapraktek. Pasien berinisial DN (33) tersebut meninggal usai menjalani operasi sesar pada 12 Februari 2023 lalu.

Dugaan malapraktek mencuat karena korban dioperasi sesar dan operasi pengangkatan kandungan yang dilakukan tanpa adanya penyiapan stok darah hingga disinyalir menjadi penyebab korban meninggal dunia.

Salah satu keluarga korban yang tidak ingin disebutkan namanya kepada Haluanrakyat.com di kediamannya menjelaskan kronlogi pada saat dilakukannya operasi.

“Kronologisnya itu kalau saya tidak salah sekitar tanggal 12 bulan Februari 2023 masuk ke rumah sakit untuk dilakukan operasi, keesokan harinya langsung di ruang operasi langsung dilakukan operasi sesar setelah operasi sesar dilakukan operasi angkat kandungan, dua kali operasi,” jelasnya pada Senin (26/06/2023).

Ia pun juga mengatakan bahwa pasca keluar dari kamar operasi, korban sudah tidak sadarkan diri.
“Setelah keluar dari kamar operasi dia sudah tidak sadarkan diri pada saat itu, ternyata memang pada waktu dioperasi itu tidak ada darah yang disiapkan di ruang operasi dan juga setelah pendarahan berat ini tidak ada juga ditransfusi darah pada saat dioperasi nanti kira-kira dia keluar pada  jam 14:00 nanti dia lakukan transfusi darah pada jam 16:00 atau 16:30 sore berarti empat jam baru ditransfusi darah,” katanya.

Selain itu, ia juga menceritakan bahwa setelah keluar dari kamar operasi korban sudah mengalami koma hingga berhari-hari.

“Setelah itu dia koma, kalau tidak salah dua atau tiga hari koma,” ujarnya.

Dirinya juga membeberkan adanya pertemuan antara keluarga korban dan pihak management Rumah Sakit Hermina Kendari.

“Habis itu kita keluarga pasien mengadakan rapat pertemuan dengan dokter, manajemen rumah sakit dengan perawat di situ, pada saat itu memang dari keluarga kami mengatakan bahwa memang penyebabnya ini terlambat transfusi darah,” imbuhnya.

Dalam pertemuan antara keluarga korban dan pihak rumah sakit Hermina, ia menjelaskan bahwa dokter yang menangani tetap membenarkan penanganannya.

“Pada waktu itu juga dokter mengatakan pokoknya dokter yang menangani ini mengatakan bahwa sudah benar mereka melaksanakan tapi kami juga tetap juga mengatakan penyebabnya ini darah, sehingga waktu itu dalam rapat sudah hangat suasananya saya kembali stressing kembali,” jelasnya.

Ia sebagai keluarga pasien atau korban, menanyakan jalan keluar persoalan ini.

“Saya bilang kalau begitu jalan keluarnya seperti apa, dokter Agus mengatakan jalan keluarnya itu cuci darah, saya bilang kenapa cuci darah, katanya kerusakan ginjal, pokoknya ginjallah yang rusak itu waktu,” ulasnya.

Keluarga korban ini pun kembali menceritakan bahwa pada keesokan harinya datanglah seorang dokter interna, dokter interna merupakan dokter yang menangani berbagai gangguan yang muncul pada organ dalam tubuh.

“Keesokan harinya lagi datanglah dokter ahli dalam, kalau orang bilang sekarang dokter interna, dia katakan bahwa ini katanya anak mantu saya (korban) ini sudah memang terjadi kerusakan organ, multi organ jadi harus cuci darah,” bebernya.

Ia pun mengungkapkan jika ingin cuci darah lihat terlebih dahulu kondisinya.

“Pada waktu itu kita lihat kondisinya dulu, kalau memang memungkinkan kita cuci darah, saya bertanya-tanya sama dokter kita lihat dulu dia punya denyutan jantung dulu,” ungkapnya.

Ia pun menceritakan proses sebelum mencuci darah yang rencana akan dilakukan di Rumah Sakit Bahteramas.

“Saya tanya kalau bisa kita lakukan cuci darah, kita cuci darah, katanya cuci darah harus di Bahteramas, pada waktu itu saya katakan kalau bisa sekarang dibawa, dibawa mi, sampai di Bahteramas mungkin satu dua jam meninggal,” tuturnya.

Ia juga menegaskan hasil tes laboratorium sebelum operasi dan setelah operasi.

“Hasil tes laboratorium membuktikan kami punya anak ini sehat, tidak ada, coba kalau dia berpenyakit, penyakit gula saja umpamanya tidak bisa dioperasi, bukti nyata kan sudah diperiksa lab bisa dioperasi berarti ya sehat, hasil Lab juga ada, sebelum dioperasi kan hasil labnya ada,” tegasnya.

Dirinya juga mengungkapkan bahwa anak mantunya ini tidak mengalami kerusakan organ tubuh dalam sebelum dioperasi.

“Kalau saya punya anak ini tidak ada riwayat kerusakan ginjal, bahkan setelah operasi langsung terjadi kerusakan organ, jadi kami, karena kami ini orang awam beranggapan bahwa terjadinya kerusakan ini karena terlambat transfusi darah sehingga tidak mampu lagi tubuh untuk menerima transfusi yang diberikan pasca empat jam operasi itu,”ungkapnya.

Selain itu ia pun membeberkan sempat melakukan pertemuan dengan Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS).

“Kami juga pernah bertemu dengan Badan Pengwasan Rumah Sakit di Dinas Kesehatan ada satu dokter yang menyatakan, Dokter Didin namanya, waktu itu saya kemukakan coba dijawab saya punya pertanyaan,” jelasnya.

Dirinya pun melontarkan beberapa pertanyaan, berharap jawaban yang memuaskan dari pihak-pihak rumah sakit.

“Pada waktu itu saya mengajukan pertanyaan kepada pihak Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi Sulawesi Tenggara coba dijawab saya punya pertanyaan, kenapa itu rumah sakit tidak menyiapkan darah kepada pasien yang dilakukan operasi, apalagi operasi kita punya anak ini punya resiko pendarahan, pertanyaan kedua saya, kenapa juga dokter berani operasi tanpa ada darah di ruang operasi, pertanyaan ketiga saya juga pada waktu itu apa yang menyebabkan kerusakan hati dan ginjal kepada anak saya padahal dia waktu masuk rumah sakit tidak ada riwayat penyakit itu,” ujarnya.

Ia pun juga mejelaskan jawaban dari beberapa dokter yang hadir pada pertemuan tersebut.

“Ada salah satu dokter yang menjawab dalam tim itu, sekarang berdinas di Dinas Kesehatan Provinsi Sulewesi Tenggara, Dokter Didin namanya. Dia bilang itu karena terlambat darah ditransfusi, tapi ada juga dokter mengatakan Dokter Risda namanya, katanya darah itu tidak menjadi masalah lagi karena sudah ada cairan koloid, jadi ya inilah, kalau memang cairan koloid sama fungsinya darah kenapa dia terjadi demikian, berarti koloid tidak sama dengan darah yang alami,” jelasnya.

Pada saat ditanya mengenai itikad baik dari pihak rumah sakit, Ia juga menegaskan tidak ada.

“Itulah yang kita sayangkan, pada waktu anak kami meninggal tidak satu orang pun dari pihak rumah sakit yang datang artinya mengucapkan belasungkawa dan turut berduka cita itu tidak ada,” tegasnya.

Setelah meninggalnya korban, Ia menjelaskan dua minggu setelah meninggalnya korban baru ada sekitar sepuluh orang datang ke rumah orang tua korban.

“Nanti dua minggu setelah meninggal, itupun karena ada teman saya pengacara yang menelfon kesana, barulah mereka datang, pada waktu itu ada mungkin sepuluh orang termasuk direkturnya, dokter yang menangani Dokter Indah dengan anastesi Dokter Agus yang datang ke rumahnya besan saya, bapaknya almarhumah ini,” ujarnya.

Keluarga korban itu pun juga menuturkan bahwa saat tim dari rumah sakit datang dirinya juga datang ke rumah orang tua korban.

“Saya juga datang kesana, saya tanya apa maksudnya kamu datang kesini, dia lama menjawab, katanya dia datang silaturahmi dan belasungkawa, saya bilang terlambat belasungkawamu,” tuturnya.

Saat ditanya mengenai komunikasi yang dilakukan pihak Rumah Sakit Hermina Kendari, hingga upaya somasi dari pihak kuasa hukumnya.

“Tidak ada komunikasi, hanya pernah waktu itu kami utus kami punya pengacara kesana melakukan somasi, dari somasi itu mereka ada tanggapan kita dipanggil untuk bertemu, tapi sayang, saya sayangkan sekali dari pihak Hermina direkturnya tidak mau menemui kita, sudah dua kali kita melakukan pertemuan dengan pihak kuasa hukum tidak pernah direkturnya mau ketemu dengan kita, yang selalu disorong-sorong itu pihak anak buahnya semua,” ulasnya.

Dia pun juga mengatakan bahwa kita hanya menunggu itikad baik dari pihak Rumah Sakit Hermina Kendari.
“Sebenarnya kita harus bertemu begini kita minta itu itikad baiknya itu Direktur Rumah Sakit Hermina, ketemulah dengan kita, ini jangan disuruh anak buahnya yang tidak bisa mengambil kebijakan, maunya kita itu harus direktur sendiri yang datang,” kata keluarga korban kepada media.

Dirinya juga menegaskan pihaknya akan mengambil langkah tegas seperti langkah pelaporan kepada Aparat Penegak Hukum (APH).

“Kita kan selama ini masih somasi, somasi itu kan artinya upaya diluar dari jalur hukum, kalau memang tidak bisa lagi kita lakukan mediasi terpaksa kita tempuh jalur hukum saja,” tutup keluarga korban yang tidak ingin disebutkan namanya kepada media ini.

Saat media melakukan konfirmasi langsung kepada pihak Rumah Sakit Hermina Kota Kendari, media langsung ditemui oleh Humas Rumah Sakit Hermina, Fauziah.

Iamenjelaskan bahwa secara umum kasus dugaan malapraktek medis atau pun kasus lain yang harus digaris bawahi adalah Standar Prosedur Operasional (SPO).

“Jadi sebenarnya secara umum ya untuk semua kasus dugaan malapraktek medis ataupun kasus apapun ya yang terjadi di rumah sakit sebenarnya kita garis bawahi dulu bahwa rumah sakit memang memiliki SPO atau pun standar pelayanan ataupun standar-standar prosedur yang memang kita jalankan dalam kegiatan medis sehari-hari ya,” kata Fauziah.

Menurutnya, kasus yang diduga malapraktek ini pihaknya sedang mengikuti tahapan-tahapan dari Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) setempat.

“Adapun untuk kasus yang dinyatakan sebagai dugaan malapraktek itu, sebenarnya kita sedang mengikuti tahap-tahapan dimana sudah ada mediasi keluarga, sudah ada hearing di BPRS dan IDI setempat,” tutur Fauziah.

Fauziah pun menjelaskan bahwa untuk menyatakan adanya dugaan malapraktek bukan ranahnya rumah sakit.

“Sebenarnya untuk mengatakan bahwa adanya malapraktek ataupun apa, bukan ranahnya kami rumah sakit bukan ranahnya keluarga kan. Ini merupakan ranahnya IDI, ranahnya BPRS yang dalam prosesnya tidak hanya satu kali dua kali tapi melibatkan beberapa waktu,” jelasnya.

Fauziah pun mengungkapkan tanggapannya dalam proses yang berjalan mengenai kasus ini.

“Bolehlah mungkin kalau dari saya karena kami kan, baik dari pihak rumah sakit dari pihak keluarga sudah mengikuti proses yang berjalan nih, nah mungkin bisa kita coba minta pendapatnya langsung ke IDI karena bagaimana pun kan yang berhak untuk melakukan press rilis, melakukan pengumuman itu dari IDI berdasarkan hasil investigasinya kan memang dalam beberapa waktu ini kita lakukan, kita ikuti, memang baiknya dilakukan ke IDI karena memang kami pun juga menunggu hasil press rilis dari IDI dan BPRS untuk diumumkan apa hasilnya gitu,” ungkapnya.

Fauziah pun menambahkan bahwa prosesnya sudah berjalan dan sudah sampai ke tahap akhir.

“Ini memang sudah ada proses yang berjalan, dimediasi sama IDI sama BPRS-kan, jadi memang kami dimediasi,” tambahnya.

“Sebenarnya dalam prosesnya ini kita sudah sampai ketahap akhir yang kita tunggu adalah sekarang itu terkait pengumumannya, hasilnya nih, karena kan begini mau bilang salah benar berarti tugasnya pengadilan kan, berarti adapun mau bilang tugasnya pengadilan berarti tunggu dulu hasil rekomendasi dari IDI sama BPRSnya itulah yang memang sedang kita tunggu sekarang,” jelasnya lagi.

Menurutnya kalau ingin meminta tanggapan sampai hari ini pihak rumah sakit dengan mengikuti proses.

“Jadi maksudnya kalau mau minta tanggapan saya, kalau pihak rumah sakit sudah mengikuti proses secara terstruktur tinggal kita ikut hasil atau pengumuman yang dilaksanakan dari IDI sama BPRS,” tutur Fauziah.

Selain itu Fauziah membeberkan proses mediasi yang sudah dilakukan IDI dan BPRS.

“Sebenarnya dalam prosesnya ya dimediasi dari IDI dan BPRS kita sudah lakukan pertemuan, jadi kalau BPRS itu kan memang dibawahnya Dinas Kesehatan,” bebernya.

Saat ditanya mengenai persiapan darah pada saat operasi, Fauziah menjawab bahwa operasi sekecil apapun itu ada yang butuh ada yang tidak.

“Sebenarnya tidak cuman operasi ceaser ya semua operasi itu mau sekecil apapun ya masing-masing ada yang butuh ada yang tidak sesuai dengan indikasi medis, jadi memang semua yang dilakukan itu sebenarnya sudah tertuang sudah sesuai standar dengan prosedur operasional sih kalau dari saya,” jawabnya.

Fauziah pun menambahkan bahwa interpretasi orang berbeda-beda mengenai SPO.

“Tinggal bagaimana SPO ini kita jalankan dapat diartikan seperti apa, maksudnya kan interpretasi orang tuh kan beda-beda tinggal bagaiman kita lihat apakah dalam kasusnya ini apakah ada pelanggaran atau tidak kita kembalikan ke IDI sama BPRSnya hasil kegiatannya seperti apa, karena untuk bicara soal ini mungkinbukan ranahnya saya kan,” tambahnya.

Fauziah pun mengungkapkan bahwa prosesnya sudah pihaknya jalani.

“Saya paling hanya bisa mengatakan bahwa iya prosesnya sudah kami jalani kami juga sudah jalani kami juga menunggu untuk itu,” tutup Fauziah.

Laporan: Samsul

Add new comment

Plain text

  • No HTML tags allowed.
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.