HALUANRAKYAT.com, KENDARI - Musyawarah Wilayah (Muswil) Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Sulawesi Tenggara berujung polemik.
Pangkal persoalannya adalah kebuntuan dalam memilih sistem kepemimpinan yang diajukan oleh dua kubu calon Ketua KAHMI Sultra.
Kubu Yusmin menghendaki digunakannya sistem kepemimpinan tunggal atau presidensial. Sementara kubu Ruksamin meminta sistem yang digunakan adalah sistem presidium.
Muswil yang digelar di salah satu hotel di Kendari sejak Sabtu hingga Ahad, 3 dan 4 September 2022 berakhir dengan kebuntuan.
Ketua Majelis Wilayah (MW) KAHMI Sultra, Abdul Kadir mengatakan, kegiatan yang dilakukan pada Ahad malam menjadi rangkaian akhir dari Muswil setelah sebelumnya didahului dengan beberapa kegiatan, termasuk ziarah ke makam para alumni dan diskusi membahas masa depan Gubernur Sultra 2024.
"Tujuh belas majelis daerah (MD) hadir pada Muswil ini. Enam belas berstatus peserta penuh dan satu MD berstatus peserta peninjau, yaitu Kolaka. Tadi malam setelah berlangsungnya sidang-sidang, ada sedikit perbedaan pandangan tentang opsi apa yang terbaik untuk kesinambungan kepemimpinan di MW KAHMI Sultra. Ada yang memilih opsi presidium, ada pula yang menginginkan opsi presidensial," kata Kadir, Senin (5/9/2022).
Lebih lanjut, ia mengatakan, meskipun KAHMI ini paguyuban, tetapi mengedepankan aspek profesionalitas dan kemampuan.
"Rupanya ini menjadi sulit dari kawan-kawan kita. Ada yang terlalu bersemangat memaksakan harus presidensial. Argumennya tidak kongkrit.
Berdasarkan inventarisasi, memang yang paling tepat adalah sistem presidium. Di sini deadlock-nya. Tadi malam itu, steering committee (SC) telah menetapkan sistem presidium. Cuma ditolak, lagi-lagi sikap arogansi," imbuhnya.
Kadir menyebut, kelanjutan Muswil yang digelar pada Senin hari ini merupakan tindakan ilegal dan tidak sah.
"Yang hari ini melanjutkan kegiatan Muswil dalam sudut pandang organisasi, itu adalah tindakan ilegal. Sidang diskorsing sampai masa waktu yang tidak ditentukan, maka sepanjang itu kami akan berdialog. Presidium akan melakukan pertemuan dengan SC untuk mencari format terbaik yang bisa ditawarkan," timpalnya.
Sementara itu, presidium sidang Muswil KAHMI Sultra, Muhammad Endang SA mengatakan, memang di dalam AD ART, perihal skorsing sidang tidak diatur.
Namun, dalam metode persidangan, jelas diatur siapa yang membuka sidang, maka dialah yang harus menutup sidang.
"Memang AD ART tidak mengatur itu, tetapi seorang kader tulen HMI ini mengatahui yang namanya retorika protokoler metode persidangan. Jangankan yang menutup yang membuka, di dalam metode persidangan di HMI itu juga diatur soal palu sidang. Kalau dia betul kader HMI harusnya paham. Dari segi etika, masa lain yang buka lain yang tutup. Palu sidangnya juga masih ada sama saya," kata Endang.
Sementara itu, Ketua Panitia Muswil Nasruddin mengatakan, aktivitas sidang yang terjadi pagi hari hingga sore ini, itu di luar pengetahuan panitia karena semalam setelah deadlock, ada briefing SC yang menyepakati cooling down menunggu hasil pertemuan seluruh SC.
"Siang ini sebenarnya disepakati waktu untuk para SC untuk membicarakan mencari solusi atas kebuntuan semalam itu. Makanya saya pulang tidur karena yang saya tahu bahwa harus ada hasil pertemuan internal SC dan MW. Terlepas bahwa muaranya nanti akan diputuskan oleh KAHMI Nasional, tetapi apa yang dilakukan oleh teman-teman (kubu Yusmin) yang melakukan Muswil sepihak tanpa penanggung jawab maka itu ilegal dan tidak sah secara konstitusi karena di sana tidak ada penanggung jawab, panitia, tidak kuorum," tegasnya.