AJI - IJTI Kutuk Tindakan Intimidatif Polisi terhadap Jurnalis saat Liput Demo di Mapolda Sultra
HALUANRAKYAT.com, KENDARI - Dua jurnalis di Kota Kendari, Sulawesi menjadi korban kekerasan dan intimidasi sejumlah oknum aparat kepolisian saat meliput unjuk rasa mahasiswa di Markas Polda Sulawesi Tenggara (Sultra), Rabu petang, 28 Oktober 2020.
Ilfa (perempuan) jurnalis sultrademo.com dan Hardiyanto (laki-laki), jurnalis mediakendari.com, dirampas alat kerjanya lalu dihapus dokumentasi foto dan video yang mereka rekam menggunakan telefon selulernya saat sejumlah oknum polisi menangkap dan menganiaya beberapa orang pengunjuk rasa.
Ilfa dan Hardiyanto, meliput unjuk rasa mahasiswa di Polda Sultra, tepat hari sumpah pemuda. Tuntutan pengunjuk rasa, Polda Sultra, segera menuntaskan kasus kematian Randi dan Yusuf, yang meninggal dunia saat unjuk rasa menolak sejumlah Rancangan Undang-Undang Kontroversi pada September 2019.
Sebelum menghapus foto dan video, kedua jurnalis dibawa ke pos provos di pintu masuk Mapolda Sultra. Ilfa diperiksa oleh sejumlah oknum Polwan dan Hardiyanto diperiksa sejumlah oknum Polisi pria di pos itu.
Keterangan Ilfa, sejumlah oknum polwan membuka galeri ponselnya, untuk menghapus foto dan dokumentasi sejumlah polisi menangkap pengunjuk rasa. Bahkan aplikasi Facebook dan percakapan WhatsApp pribadinya juga dibuka oleh sejumlah oknum polwan yang memeriksanya.
Sementara Hardiyanto, tidak jauh dari Ilfa, juga mengalami hal yang sama, diperiksa oleh sejumlah polisi di Pos Propam Polda Sultra. Polselnya diperiksa dan ia diminta menghapus rekaman video saat sejumlah oknum polisi melakukan kekerasan terhadap pengunjuk rasa. Ia bahkan diancam akan ditampar jika tak menuruti kemauan polisi itu.
Kasus intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis di Kendari terus berulang. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sultra mencatat, pada 2019 lalu, sebanyak sembilan jurnalis mengalami intimidasi dan penghalang-halangan saat liputan oleh polisi. Bahkan, beberapa jurnalis dipaksa untuk menghapus rekaman video penangkapan massa aksi.
Terhadap hal itu, jurnalis sudah melaporkan oknum polisi ke Propam dan SPKT Polda Sultra. Namun, hingga saat ini, laporan itu tidak diproses oleh polisi.
Hal itu kontras dengan kesepakatan bersama antara Polri dan Dewan Pers terkait perlindungan jurnalis. Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Pasal 4, ayat 1 kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. pasal 8; Dalam melaksanakan profesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum.
Pada pasal 18, (1) Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja jurnalis, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
Atas tindakan yang terus terulang ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari dan Pengurus Daerah Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulawesi Tenggara (Sultra), menyatakan sikap:
1. Mengutuk tindakan sejumlah oknum polisi (Polda Sultra) yang melakukan kekerasan terhadap dua jurnalis di Kendari, saat meliput unjuk rasa di Mapolda Sultra, Rabu 28 Oktober 2020.
2. AJI dan IJTI akan melaporkan kasus kekerasan ini di Porpam Polda Sultra, dan mengawal hingga tuntas.
3. Mendesak Kapolda Sultra, Irjen Pol Yan Sultra Indrajaya, mengusut dan memberi sanksi kepada anggotanya yang menghalangi kerja-kerja jurnalis saat peliputan.
4. Tindakan sejumlah oknum polisi yang menghalangi, mengintimadasi dan kekerasan terhadap jurnalis melanggar Pasal 18 ayat 1, Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers.
5. Mengimbau polisi dan semua pihak menghormati tugas jurnalis saat melakukan peliputan di lapangan, karena dilindungi undang-undang.
6. Mengimbau kepada semua jurnalis, agar memperhatikan keselamatan saat melakukan peliputan dan menaati kode etik jurnalistik.
Kendari, 28 Oktober 2020
Mukhtaruddin
Koordinator Bidang Hukum dan Advokasi IJTI Pengda Sultra
La Ode Pandi Sartiman
Koordinator Divisi Advokasi AJI Kendari