HALUANRAKYAT.com, KENDARI -- Direktorat Jenderal (Ditjen) Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana penambangan ilegal di Desa Okooko, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Kedua tersangka yakni Direktur PT Anugerah Grup (AG) berisial LM (28) dan Komisaris PT AG yaitu AA (26).
Direktur Jenderal (Dirjen) Penegakkan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani dalam konferensi persnya, 13 November 2023 di Kendari mengatakan kepada para tersangka terancam pidana pokok 10 tahun penjara dan denda Rp 10 Milyar.
Tidak hanya itu, Penyidik KLHK juga menyiapkan pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan perbaikan akibat tindak pidana serta pengenaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Kedua tersangka LM dan AA ditangkap dan ditahan oleh Penyidik Balai Gakkum LHK Wilayah Sulawesi dan dititipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas 2A Kendari. Barang bukti sebanyak 17 (tujuh belas) unit alat berat Excavator PC 200 telah disita dan dititipkan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I Kendari, ” ujar Sani.
Rasio Ridho Sani menjelaskan kedua tersangka mencari keuntungan finansial dengan mengorbankan lingkungan hidup serta merugikan negara. Apa yang dilakukan kedua tersangka ini merupakan kejahatan serius.
“Kami akan menindak kedua tersangka dengan pidana berlapis,” tegasnya.
Penyidikan TPPU akan dilakukan mengingat saat ini Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) KLHK sebagai penyidik tindak pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mendapatkan kewenangan untuk melakukan Penyidikan TPPU berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 15/PUU-XIX/2021. Untuk percepatan dan penguatan Penyidik TPPU dari Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Tanggal 11 Mei 2023 telah dibentuk Tim Gabungan KLHK dan PPATK untuk Penyidikan Dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang pada Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Penegakan hukum pidana berlapis termasuk TPPU dilakukan disamping untuk meningkatkan efek jera terhadap penerima manfaat utama (beneficiary ownership) dari kejahatan ini. Upaya ini untuk memulihkan kerugian lingkungan dan kerugian negara, ” kata Sani.
Dari kasus-kasus tambang illegal yang telah ditindak selama ini, lanjut Rasio Ridho Sani pengenaan pidana pokok berupa pidana penjara dan denda semata, tampaknya belum cukup memberikan efek jera. Pengenaan Pidana Tambahan berupa perampasan keuntungan dan TPPU menjadi prioritas kami agar benar-benar dapat menimbulkan efek jera.
“Penindakan tegas kami lakukan ini harus menjadi peringatan dan pembelajaran bagi pelaku kejahatan pertambangan baik nikel, batubara maupun timah. Kami menyakini bahwa penyidikan TPPU melalui Tim gabungan KLHK dengan PPATK serta dukungan Kejaksaan dan Kepolisian akan dapat memberikan efek jera dan menyasar kepada penerima manfaat utama dari kejahatan ini melalui aliran keuangan, follow the money follow the suspect, ” tutupnya.