HALUANRAKYAT.com, KONSEL -- Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) angkat bicara pasca beredarnya seruan pemboikotan akses pendidikan terhadap anak korban dugaan tindak pidana kekerasan di Baito, Konawe Selatan.
Ketua KPAD Konsel Asriani kepada awak media pada Kamis (24/10/2024) menegaskan komitmennya untuk mengawal pemenuhan hak anak dalam kasus dugaan kekerasan seorang siswa oleh guru bernama Supriyani yang diduga terjadi SD Negeri 4 Baito, Kecamatan Baito, Konsel.
"Kami tidak ingin mengesampingkan proses hukum yang sedang berjalan, karena itu merupakan wewenang aparat penegak hukum. Namun, fokus kami adalah pemenuhan hak anak, terutama korban maupun saksi," kata Asriani.
Saat ini, lanjutnya, KPAD Konsel fokus menangani dampak psikologis korban dan memastikan keinginannya untuk kembali bersekolah.
"KPAD prihatin dengan kasus yang menimpa ibu Supriyani. Namun, KPAD juga menyayangkan atas adanya selebaran yang dikeluarkan oleh PGRI Baito yang menyatakan tidak menerima korban dan saksi anak untuk kembali bersekolah di wilayah Kecamatan Baito. Kami sangat menyayangkan isi dari selebaran tersebut. Proses hukum seharusnya tidak menyampingkan hak anak untuk mendapatkan pendidikan," tegasnya.
Asriani mengingatkan, pilihan untuk mogok mengajar yang mungkin terjadi akibat kasus ini bisa berdampak buruk pada kondusifitas proses belajar mengajar di sekolah.
"Anak-anak kita memiliki hak belajar yang harus tetap dijamin, terlepas dari kasus yang sedang berlangsung. Jangan sampai fokus kita pada kasus ini mengabaikan hak anak lainnya," imbuhnya.
Asriani mengatakan, korban bertutur kepadanya jika saat ini korban masih sangat ingin melanjutkan pendidikannya dan berharap bisa kembali bersekolah di SDN 4 Baito.
"Ketika kami bertemu dengan korban, ia menyatakan keinginan kuat untuk kembali bersekolah dan bermain dengan teman-temannya. Sebagai lembaga yang mengawasi proses penyelenggaraan pemenuhan Hak anak, kami harus memfasilitasi keinginan anak ini, jika memang ada jalannya. KPAD Konsel berharap agar semua pihak terkait dapat lebih bijak dalam melihat kasus ini dan mengutamakan tujuan utama negara kita yakni untuk mencerdaskan anak bangsa, tanpa mengabaikan hak-hak anak dalam prosesnya," pungkasnya.
Sebelumnya, beredar surat yang berkop PGRI Kecamatan Baito bernomor 420/13/PGRI/10/2024 yang pada pokoknya berisi tiga poin. Surat itu dikeluarkan sebagai hasil dari rapat bersama kepala sekolah yang digelar di Aula Kantor Korwil Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di Kecamatan Baito tanggal 19 Oktober 2024.
Poin pertama surat itu berbunyi "Mogok belajar untuk tingkat sekolah TK, SD, SMP di Kecamatan Baito dimulai pada hari Senin, 21 Oktober 2024 sampai ada keputusan minimal penangguhan penahanan.
Kedua, "siswa yang bermasalah dan menjadi saksi dikembalikan kepada orang tua masing-masing/ dikeluarkan dan sekolah se-Kecamatan Baito tidak boleh ada yang menerima siswa tersebut".
Ketiga, "kembalikan atau bebaskan Bu Supriyani, S.Pd ke sekolah".
Surat itu ditandatangani oleh Ketua PGRI Baito, Hasna, S.Pd dan berstempel basah PGRI.
Haluanrakyat.com telah menghubungi Ketua PGRI Baito, Hasna terkait surat yang memantik kontroversi tersebut. Namun, hingga berita ini diterbitkan, Hasna tak merespon.
Pun dengan Ketua PGRI Konawe Selatan Erawan Supla Yuda, awak media ini telah berupaya menghubunginya, namun tak ada respon.