Skip to main content
Satpol PP

Kekerasan terhadap Jurnalis Kembali Terjadi Hanya Sehari Pasca HPN, Aktornya Pejabat Satpol PP Sultra

HALUANRAKYAT.com, KENDARI - Peristiwa yang memilukan terhadap kembali menimpa insan pers. Mirisnya lagi, hal ini terjadi hanya selang sehari setelah puncak peringatan Hari Pers Nasional 2022.

Kamis (10/2/2022) siang, saat sedang meliput aksi unjuk rasa sekelompok orang di depan Rumah Jabatan Gubernur Sulawesi Tenggara, kekerasan dan penghalang-halangan terhadap kerja jurnalis kembali terjadi.

Saat sedang meliput aksi dari kelompok yang menamakan dirinya Solidaritas Pemuda Sultra, jurnalis Jaringan Pemberitaan Nusantara Negeriku (JPNN) La Ode Muhammad Deden Saputra mengalami tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh Kepala Seksi Operasional (Kasi Opsnal) Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Sultra, La Ode Boner.

Boner memukul tangan Deden Saputra yang sedang merekam tindakan anggota Satpol PP Sultra yang terlibat bentrok dengan pengunjuk rasa.

Akibat pukulan itu, telefon pintar (smartphone) yang digunakan Deden sebagai alat peliputan terjatuh dan membentur aspal jalan hingga mengakibatkan pecah pada kacanya. Selain itu, kacamata yang digunakan Deden juga mengalami kerusakan.

Keributan itu berupaya dilerai dan dihentikan oleh beberapa rekan jurnalis yang meliput dan aparat kepolisian yang mengamankan aksi unjuk rasa itu.

Namun, terdapat sekitar empat orang anggota kepolisian dari Polres Kendari yang bergerak tanpa perintah pimpinannya sempat berupaya melakukan tindakan kekerasan terhadap Deden dan jurnalis lainnya.

Buntut dari insiden itu Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sultra mengecam aksi kekerasan yang dilakukan oknum Satpol PP Sultra dan beberapa oknum kepolisian.

"Tindakan kekerasan yang dilakukan oknum-oknum tersebut tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun. Kami juga menyayangkan tidakan beberapa oknum kepolisian yang malah ikut terprovokasi berupaya menyerang jurnalis. Harusnya oknum polisi mengamankan, bukan malah berusaha menyerang jurnalis. Karena tugas pokok polisi sebagai pelayan, pelindung, dan pengayom masyarakat," kata Koordinator Divisi Advokasi AJI Kendari, La Ode Kasman Angkosono.

Menurut Kasman, penghalang-halangan kerja jurnalis merupakan tindak pidana, sekaligus mengancam kebebasan pers, karena jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Kasman menjelaskan, ketentuan pidana ini diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers, yang berbunyi "setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi maka dipidana paling lama 2 tahun penjara atau denda Rp500 juta".

"Menyusul kasus ini, pimpinan harus tegas memberikan sanksi kepada para anggotanya yang melakukan kekerasan terhadap masyarakat," imbuhnya.

Sementara itu, Koordinator Divisi Advokasi IJTI Sultra, Mukhtaruddin menyampaikan mengutuk tindakan kekerasan yang dilakukan oknum Satpol PP dan oknum polisi di Rujab Gubernur terhadap jurnalis.

"Kami mendesak Gubernur Sultra dan Kapolda Sultra untuk memberikan sanksi kepada anak buahnya yang telan melakukan tindakan kekerasan terhadap jurnalis. Kami juga mendorong korban untuk melaporkan peristiwa ini ke polisi. Sebab, tindakan oknum tersebut telah melanggar UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers Pasal 18 Ayat (1)," ungkapnya.
Selain itu, AJI Kendari dan IJTI Sultra juga mengimbau kepada jurnalis untuk tetap menaati kode etik dan keselamatan dalam melakukan peliputan.

"Kami meminta kepada semua pihak untuk menghargai kerja-kerja jurnalis di lapangan karena diatur dalam Undang-undang," timpalnya.

Berikut kronologi tindakan penghalang-halangan dan perusakan alat peliputan terhadap jurnalis JPNN, La Ode Muhammad Deden Saputra:

Deden sedang meliput aksi demonstrasi Mahasiswa yang menolak Alfian Taufan Putra, seorang anak Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi, untuk menjadi Ketua HIPMi di depan Rujab Gubernur Sulawesi Tenggara, sekitar pukul 11.00 WITA, Kamis (10/2).

Suasana memanas ketika massa membakar ban mobil bekas dan membuat Satpol PP dan Polisi bertindak tegas, mencoba merampas ban tersebut dari kerumunan massa yang berujung bentrok.

Pada situasi itu, tetiba seorang Satpol PP bernama La Ode Boner mendadak memukul tangan Deden, membuat smartphone yang ia gunakan untuk meliput peristiwa bentrok terlepas dari genggaman lalu jatuh ke aspal.

Boner keberatan melihat Deden fokus meliput rekannya seorang anggota Pol PP yang mengamuk di tengah kerumunan massa.

Dari tindakan kekerasan itu, rekan-rekan jurnalis lain yang tengah meliput spontan berusaha melindungi Deden dengan meneriakan kata “wartawan itu…wartawan itu!” sambil berusaha melerai, mencegah kekerasan berlanjut. Seketika Boner mundur menjauhi keributan, setelah mengetahui Deden adalah jurnalis.

Tidak jauh dari Deden, beberapa rekan jurnalis lain berusaha melerai empat polisi yang terpancing emosi dan berdatangan berusaha menganiaya Deden sambil mengeluarkan nada gertakan.

Dua diantara empat polisi itu bernama Briptu Dandy dan Bripda Zakir, sebagaimana yang terdokumentasi dalam rekaman video jurnalis lain. Sementara dua lainya tidak diketahui identitasnya.

Dari tindak kekerasan ini, alat peliputan Deden berupa smartphone rusak dan kacamata pecah. Sementara kondisi psikis Deden masih shock berat.

Add new comment

Plain text

  • No HTML tags allowed.
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.