HALUANRAKYAT.com, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum lama ini mengungkapkan adanya perusahaan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) di Indonesia yang melakukan kegiatan pembelian bijih nikel dari luar negeri.
Hal tersebut cukup aneh, mengingat posisi Indonesia sendiri merupakan negara penghasil nikel terbesar nomor 1 di dunia.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Muhammad Wafid mengatakan, perusahaan smelter yang dimaksud melakukan impor bijih nikel dari Filipina. Perusahaan tersebut beralasan, impor bijih nikel dilakukan lantaran kurangnya pasokan bahan baku di dalam negeri.
"Ada isu nikel yang diimpor dari Filipina karena smelter kekurangan bahan," kata Wafid, dikutip Kamis (31/8/2023).
Meski demikian, Wafid memastikan bahwa berdasarkan perhitungan seluruh Rencana Keuangan dan Anggaran Biaya (RKAB) nikel yang diterbitkan, bijih nikel untuk pasokan smelter di dalam negeri seharusnya mencukupi.
"Saya sampaikan bahwa saya coba hitung seluruh RKAB yang sudah kita setujui jumlahnya berapa input nikel yang dibutuhkan berapa hasilnya masih cukup. Tidak ada kekurangan di sekitar Sulawesi Utara, jadi terpaksa harus impor mungkin hal lain ya," tambah Wafid.
Sementara itu, Menteri Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia kurang yakin bahwa kegiatan impor bijih nikel ini karena kurangnya pasokan bijih nikel di dalam negeri.
Dia meyakini, pasokan bijih nikel di Indonesia masih melimpah.
"Gini, kalau persoalan impor, saya gak yakin bahwa terjadi kekurangan pasokan. Orang kan membangun smelter di Indonesia, punya tambang nikel di beberapa negara. Sulawesi Utara sama Manado itu kan sama Filipina itu kan lebih dekat. Mungkin saja, apa yang dia bangun smelter itu dekat juga, ada juga tambangnya di Filipina, mungkin saja," ujar dia usai acara diskusi 'membangun ekosistem baterai kendaraan listrik' Selasa (29/8/2023).
Selain itu, Bahlil juga menyatakan belum ada satu kajian teknis manapun yang menyatakan bahwa sisa umur cadangan nikel RI tinggal 15 tahun lagi. Apalagi kegiatan eksplorasi untuk menambah cadangan baru belum dilakukan.
"Kalau cadangan nikel kita cukuplah. Mayoritas cadangan di dunia kan di Indonesia. Itu cuma persoalan praktek bisnis biasa itu," kata dia.
Sebagai informasi, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia tercatat mengimpor ore atau bijih nikel dan konsentratnya dengan Kode HS 26040000 dari Filipina seberat 38.850.000 kilogram pada Mei 2023.
Jika ditelusuri dari tahun sebelumnya, seperti pada 2022, tidak ada impor ore nikel dan konsentratnya dari Filipina, begitu juga dengan catatan pada 2021 dan 2020.
Namun, pada 2019, tercatat impor dari Filipina sudah ada sebesar 56.663.000 kg pada Juni, dan 55.530.000 kg Agustus melalui Kolonodale, serta 57.000.000 kg pada Juli melalui Poso.
Pada 2023 sendiri, selain dari Filipina, impor nikel dan konsentratnya juga tercatat dari Australia, Brasil, China, dan Singapura. Meskipun, besarannya tak mencapai puluhan juta kg seperti dari Filipina, melainkan berkisar satuan hingga ribuan kilogram melalui Soekarno-Hatta, Pulau Obi, dan Tanjung Priok.
Sumber: CNBC Indonesia