HALUANRAKYAT.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis, 27 Januari 2022 menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus korupsi dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Ketiganya adalah Andi Merya Nur (AMN), Bupati Kabupaten Kolaka Timur periode 2021 - 2026; Mochamad Ardian Noervianto (MAN), Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri periode Juli 2020 - November 2021; dan Laode Muhammad Syukur Akbar (LMSA), Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna.
Konstruksi kasus ini, menurut Deputi Penindakan KPK Karyoto dalam konferensi persnya kemarin, Mochamad Ardian Noervianto selaku Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri periode Juli 2020 - November 2021, memiliki tugas diantaranya melaksanakan salah satu bentuk investasi langsung pemerintah yaitu pinjaman pemulihan ekonomi nasional (PEN) tahun 2021 dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah melalui PT SMI (Sarana Multi Infrastruktur) berupa pinjaman program dan atau kegiatan sesuai kebutuhan daerah.
"Dengan tugas tersebut, Tersangka MAN memiliki kewenangan dalam menyusun surat pertimbangan Menteri Dalam Negeri atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan oleh Pemerintah Daerah. Sekitar bulan Maret 2021, tersangka AMN yang menjabat selaku Bupati Kolaka Timur periode 2021 - 2026 menghubungi tersangka LMSA agar bisa dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN bagi Kabupaten Kolaka Timur," ungkap Karyoto.
Selanjutnya, kata dia, sekitar Mei 2021, Syukur Akbar mempertemukan Andi Merya dengan Ardian Noervianto di kantor Kemendagri, Jakarta. Andi Merya mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp350 Miliar dan meminta agar Ardian Noervianto mengawal dan mendukung proses pengajuannya.
"Tindak lanjut atas pertemuan tersebut, tersangka MAN diduga meminta adanya pemberian kompensasi atas peran yang dilakukannya dengan meminta sejumlah uang yaitu 3 % secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman," imbuhnya.
Keinginan Ardian Noervianto kemudian disampaikan ke Laode Muhammad Syukur Akbar untuk selanjutnya diinformasikan kepada Andi Merya.
"Tersangka AMN memenuhi keinginan Tersangka MAN lalu mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp2 Miliar ke rekening bank milik Tersangka LMSA . Dari uang sejumlah Rp2 Miliar tersebut, diduga dilakukan pembagian dimana tersangka MAN menerima dalam bentuk mata uang dollar singapura sebesar SGD131.000 setara dengan Rp1,5 Miliar yang diberikan langsung di rumah kediaman pribadinya di Jakarta dan Tersangka LMSA menerima sebesar Rp500 juta," beber Karyoto.
Atas penerimaan uang oleh Ardian Noervianto, permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan Andi Merya disetujui dengan adanya bubuhan paraf Ardian pada draft final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan.
"KPK menduga Tersangka MAN juga menerima pemberian uang dari beberapa pihak terkait permohonan pinjaman dana PEN dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh Tim Penyidik," kata Karyoto.
Atas perbuatannya, tersangka Andi Merya sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Untuk Tersangka MAN dan Tersangka LMSA disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP," timpalnya.
Untuk kepentingan proses penyidikan, Tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan untuk Tersangka untuk 20 hari pertama dimulai tanggal 27 Januari 2022 sampai 15 Februari 2022.
"LMSA ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur. KPK menerima konfirmasi dari Tersangka MAN yang menyatakan berhalangan hadir dengan alasan sakit dan KPK menghimbau agar yang bersangkutan hadir kembali sesuai dengan jadwal pemanggilan berikutnya oleh Tim Penyidik," pungkas Karyoto.