HALUANRAKYAT.com, SURABAYA - Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Sasmito mengapresiasi dukungan yang diberikan oleh berbagai pihak dan jurnalis dari berbagai daerah dalam mengawal penuntasan perkara penganiayaan terhadap jurnalis Tempo, Nurhadi.
Hal ini disampaikan Sasmito seusai menghadiri sidang pembacaan putusan terhadap dua polisi yang menjadi terdakwa dalam perkara tersebut di PN Surabaya, Rabu (12/1/2022).
Dalam sidang tersebut, dua terdakwa divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 10 bulan penjara.
“Kami berterimakasih atas dukungan dari kawan-kawan semua, semua jurnalis, serta berbagai pihak dalam mengawal perkara ini,” ujar Sasmito.
Sasmito mengatakan, vonis 10 bulan penjara terhadap dua terdakwa sebenarnya belum sesuai harapan AJI yang mendorong agar dua terdakwa divonis maksimal, minimal sesuai dengan tuntutan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Tetapi ini juga merupakan preseden baru karena pada akhirnya ada polisi yang menjadi aktor kekerasan terhadap jurnalis, yang dibawa ke pengadilan lalu divonis bersalah dan dijatuhi hukuman. Kami berharap tidak ada lagi kekerasan terhadap jurnalis,” katanya.
Sasmito juga mendesak aparat penegak hukum untuk mengembangkan perkara ini mengingat masih banyak pelaku lain yang belum terungkap, termasuk sosok yang memerintahkan Purwanto dan Firman Subkhi.
“Berdasarkan fakta persidangan dan berdasarkan pengakuan korban Nurhadi, masih ada belasan pelaku lain yang belum diusut. Karena itu kami mendesak agar aparat penegak hukum mengembangkan perkara ini dan mengusut para pelaku lainnya,” imbuh Sasmito.
Ketua AJI Surabaya, Eben Haezer menambahkan, vonis yang dijatuhkan majelis hakim ini belum final. Pihaknya akan mendorong agar jaksa mengajukan banding.
“Selesai sidang tadi, kami mengenakan ikat kepala hitam sebagai simbol bahwa vonis yang dijatuhkan kepada terdakwa belum sesuai harapan kami yang mengharapkan vonis maksimal. Kami akan mendorong agar jaksa mengajukan banding,” kata Eben.
Dalam sidang tersebut, majelis hakim menyatakan terdakwa Purwanto dan Firman Subkhi bersalah melanggar pasal 18 ayat (1) UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Selain divonis 10 bulan penjara, dua terdakwa juga diwajibkan membayar restitusi kepada Nurhadi sebesar Rp 13.813.000 dan kepada saksi F sebesar Rp 21.850.000.
Vonis terhadap dua terdakwa ini lebih rendan dari tuntutan JPU yakni 1 tahun 6 bulan penjara.
Terkait vonis tersebut, pengacara Nurhadi dari Federasi KontraS, Fatkhul Khoir, menganggap bahwa vonis tersebut mencederai rasa keadilan bagi jurnalis.
“Seharusnya hakim bisa melihat secara jernih bahwasanya pelaku adalah penegak hukum. Seharusnya hakim dapat menjadikan ini pertimbangan untuk memperberat hukuman,” kata Fatkhul Khoir.
Sedangkan pengacara Nurhadi dari LBH Lentera, Salawati Taher, juga menganggap janggal tidak adanya perintah penahanan atas Purwanto dan Firman Subkhi.
“Karena dengan demikian, bila terpidana-terpidana tersebut banding, maka NH masih akan tetap dalam lindungan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) dan belum bisa bekerja kembali,” ujar Salawati.
Seperti diketahui, pada 27 Maret 2021, jurnalis Tempo Nurhadi dianiaya sekelompok orang saat meliput di Gedung Samudra Bumimoro yang terletak di Jl Moro Krembangan, Kecamatan Krembangan, Surabaya, Jawa Timur. Saat itu, Nurhadi mendatangi gedung tersebut untuk melakukan investigasi terkait kasus dugaan suap yang dilakukan oleh Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu, Angin Prayitno Aji yang sedang ditangani KPK.
Di lokasi tersebut sedang berlangsung resepsi pernikahan antara anak Angin Prayitno Aji dan anak Kombes Pol Achmad Yani, mantan Karo Perencanaan Polda Jatim.
Saat itu, Nurhadi yang kedapatan memotret Angin Prayitno Aji yang sedang berada di atas panggung pelaminan, kemudian ditarik, dipiting, dipukul oleh beberapa orang lalu dibawa ke gudang di belakang tempat resepsi. Di sana, dia disekap, diinterogasi, dan dipaksa membuka isi ponselnya. Seluruh data di ponsel dihapus dan simcard HP Nurhadi dirusak.
Selain itu, pelaku juga membawa Nurhadi ke sebuah hotel dan memaksa Nurhadi untuk memastikan bahwa foto yang dia ambil di lokasi resepsi tidak sampai dipublikasikan di Tempo.
Kasus ini kemudian bergulir di Pengadilan Negeri Surabaya setelah dilaporkan ke Polda Jatim oleh Nurhadi yang didampingi Aliansi Anti Kekerasan Terhadap Jurnalis. Aliansi ini beranggotakan AJI Indonesia, AJI Surabaya, LBH Lentera, Federasi KontraS, LBH Pers, dan LBH Surabaya.