HALUANRAKYAT.com, KENDARI - Menyikapi terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Uji Materi UU Cipta Kerja, Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Asosiasi Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Sulawesi Tenggara meminta Pemerintah untuk menangguhkan pelaksanaan aturan turunan dari Undang-undang Cipta Kerja Omnibus Law.
Asosiasi UPK Sultra menilai, putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 Terkait Uji Materi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terkait erat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa.
"Ini termasuk Pasal 73 PP 11 2021 yang mengatur tentang Transformasi UPK menjadi Badan Usaha Milik Desa Bersama, karena PP ini merupakan peraturan pelaksana dari UU Cipta Kerja," kata Kordinator Bidang Hukum dan Perundang-undangan DPW Asosiasi UPK Sulawesi Tenggara Rahmad Hidayat, Jumat (26/11/2021).
Maka atas dasar hal tersebut, lanjutnya, DPP Asnas UPK NKRI yang menaungi DPW Asosiasi UPK Sultra menyatakan dari putusan ini jelas dapat dilihat pemerintah dan DPR telah salah dengan melanggar lonstitusi dan melanggar asas pembuatan aturan perundang-undangan sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011 walaupun putusannya inkonstitusional bersyarat dimana Pemerintah diberikan kesempatan untuk memperbaiki.
"Tetapi putusan MK ini menggambarkan kekeliruan yang fatal karena adanya syarat formil yang terlanggar dan hal ini terjadi pula dengan aturan Pasal 73 PP 11 Tahun 2021 yang kami anggap cacat formil karena mengatur tentang kelembagaan UPK sebagai objek utama tapi tidak pernah melibatkan kelembagaan UPK secara holistik dalam proses pembentukannya," jelas Rahmad.
Alumni Departemen Hukum Pascasarjana Universitas Halu Oleo ini mengatakan, dari putusan MK ini, Pemerintah seharusnya tidak bisa memberlakukan dulu UU Cipta Kerja dan menghentikan segala proses pembuatan dan penerapan semua aturan turunannya termasuk PP 11 tahun 2021, karena Pemerintah telah kehilangan legitimasi dalam menerapkan dan melaksanakan UU Cipta Kerja.
"Sementara saat ini UU Cipta Kerja telah diberlakukan beserta seluruh PP turunannya. Maka penting untuk menghentikan segera pelaksanaan Transformasi UPK menjadi Bumdesma sebagaimana yang diatur dalam PP 11 tahun 2021 demi menjaga kepastian hukum dan mencegah terlanggarnya hak konstitusional UPK yang ada di seluruh Indonesia sebelum adanya perbaikan terhadap UU Cipta kerja sebagaimana yang diperintahkan oleh MK," tegasnya.
Ia juga meminta Kementerian Desa PDTT untuk menyadari hal ini sebagai sebuah kekeliruan dan tidak memaksakan aturan terkait Transformasi UPK menjadi Bumdesma, karena terdapat kesalahan mendasar dalam pembentukan aturan tersebut baik syarat formil maupun syarat materil.
"Mahkamah Konstitusi pun menyatakan bahwa aturan perundang-undangan yang tidak memenuhi syarat formil harus dinyatakan inkonstitusional sebagaimana pertimbangan hakim dalam memutus perkara uji materi UU Cipta Kerja," timpalnya.
Oleh karena itu, Asosiasi UPK Sultra meminta semua peraturan pelaksana UU Cipta kerja itu ditangguhkan dan tidak diberlakukan smpai ada perbaikan dari pembuat undang-undang sbgaimana yang diperintahkan oleh MK, terkhusus Pasal 73 PP Nomor 11 tahun 2021 yang mewajibkan UPK bertransformasi menjadi Badan Usaha Milik Desa Bersama.
"Di PP 11 tahun 2021 itu ada klausul di pasal 73 yang menyangkut tentang keberlanjutan program UPK dan aturan itu berdasar pada UU Cipta kerja. Ini harus ditangguhkan dahulu, tidak boleh dilanjutkan," pungkasnya.