HALUANRAKYAT.com, KONSEL -- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerja sama dengan Australia Fisheries Management Authority (AFMA) mengedukasi para nelayan Sulawesi Tenggara yang melakukan penangkapan ikan di wilayah perairan Australia.
Edukasi dilakukan melalui kegiatan Public Information Campaign (PIC) yang berlangsung pada 10 hingga 14 Desember 2024 di Kota Baubau, Kabupaten Muna Barat dan Kabupaten Konawe Selatan.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pung Nugroho Saksono menjabarkan, berdasarkan data yang dikelola AFMA dan Ditjen PSDKP, dari 216 nelayan Indonesia yang ditangkap oleh Pemerintah Australia pada tahun 2024, 48% atau sebanyak 103 orang berasal dari Provinsi Sulawesi Tenggara, khususnya Kota Baubau, Kabupaten Muna Barat dan Kabupaten Konawe Selatan. Itulah sebabnya ketiga wilayah tersebut ditargetkan pada kegiatan PIC kali ini.
"Hal ini tentu sangat disayangkan, di tengah gencarnya Pemerintah Indonesia memerangi praktik illegal fishing yang dilakukan oleh Kapal Ikan Asing, ternyata banyak kapal-kapal nelayan Indonesia yang menangkap ikan di negara lain tanpa izin,” ungkap Pung Nugroho dalam siaran resmi KKP di Jakarta, Senin (16/12).
Sejak tahun 2019, PSDKP melalui pembiayaan mandiri maupun berkolaborasi dengan berbagai pihak, secara terus menerus telah melakukan tindakan pencegahan dengan memberikan pemahaman atau penyadartahuan kepada para nelayan agar mentaati aturan yang berlaku.
Selain itu, KKP bersama dengan Pemerintah Australia telah menyepakati tiga program kerjasama, yakni Patroli Terkoordinasi, Public Information Campaign (PIC), dan Mata Pencaharian Alternatif bagi para nelayan pelintas batas yang saat ini programnya sedang dalam proses pembahasan.
Sementara itu, Nugroho Aji mewakili Direktur Penanganan Pelanggaran Ditjen PSDKP saat melaksanakan Public Information Campaign (PIC) di Sulawesi Tenggara menjelaskan, kegiatan penangkapan ikan secara ilegal yang dilakukan oleh nelayan Indonesia di Perairan Australia akan menimbulkan resiko tidak hanya kepada para nelayan itu sendiri, namun juga bagi reputasi negara Indonesia yang citranya akan turun dan mengganggu hubungan baik yang telah terjalin di antara dua negara.
"Selain besarnya resiko yang dihadapi dari kondisi cuaca dan lautan yang menantang, apabila tertangkap, kapal beserta hasil tangkapan akan disita dan dimusnahkan, selanjutnya nelayan akan mendapat hukuman denda yang tinggi dan akan dipenjara apabila tidak dapat membayar denda tersebut," papar Nugroho Aji.
Nugroho menambahkan, kabar buruk lainnya adalah, mulai tahun 2025 Pemerintah Australia telah menyampaikan kepada Perwakilan Indonesia di KBRI Canberra bahwa mereka tidak lagi menyediakan jasa lawyer atau penasehat hukum bagi para nelayan Indonesia yang diproses hukum oleh Pemerintah Australia. Itu artinya nelayan indonesia kemungkinan akan mendapatkan hukuman yang lebih berat dari sebelumnya.