HALUANRAKYAT.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan Sulawesi Tenggara Andy Sonny menjadi tersangka suap. Dia disangkakan telah menerima suap untuk mengurus hasil pemeriksaan laporan keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tahun anggaran 2020.
Sonny ditetapkan sebagau tersangka bersama tiga pemeriksa BPK, yakni Yohanes Binur Haryanto Manik; Wahid Ikhsan Wahyudin; dan Gilang Gumilar. Mereka diduga menerima suap dari Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Provinsi Sulawesi Selatan Edy Rahmat
Komisioner KPK Alexander Marwata menjelaskan konstruksi kasus ini yang dimulai pada tahun 2020 ketika BPK Perwakilan Provinsi Sulsel memiliki agenda salah satunya melakukan pemeriksaan laporan keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan untuk tahun anggaran 2020.
Ketika itu BPK Perwakilan Provinsi Sulsel membentuk Tim Pemeriksa dan salah satunya beranggotakan YBHM dengan tugas memeriksa laporan keuangan Pemprov Sulsel tersebut. Salah satu entitas yang menjadi obyek pemeriksaan yaitu dinas pekerjaan umum dan tata ruang (PUTR) Pemprov Sulsel.
"Sebelum proses pemeriksaan, YBHM diduga aktif menjalin komunikasi dengan AS, WIW dan GG yang pernah menjadi Tim Pemeriksa untuk laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun 2019, diantaranya terkait cara memanipulasi temuan item-item pemeriksaan," ungkap Alex pada Kamis, 18 Agustus 2022.
Untuk laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun 2019 diduga juga dikondisikan oleh AS, WIW dan GG dengan meminta sejumlah uang. Adapun item temuan dari YBHM dan antara lain adanya beberapa proyek pekerjaan yang nilai pagu anggarannya diduga di-mark up dan hasil pekerjaan juga diduga tidak sesuai dengan kontrak.
Atas temuan ini, ER kemudian berinisitiaf agar hasil temuan dari Tim Pemeriksa dapat di rekayasa sedemikian rupa diantaranya untuk tidak dilakukan pemeriksaan pada beberapa item pekerjaan, nilai temuan menjadi kecil hingga menyatakan hasil temuan menjadi tidak ada.
"Dalam proses pemeriksaan ini, ER selaku Sekretaris Dinas PUTR aktif melakukan koordinasi dengan GG yang dianggap berpengalanman dalam pengondisian temuan item pemeriksaan termasuk teknis penyerahan uang untuk Tim Pemeriksa. GG kemudian menyampaikan keinginannya ER tersebut pada YBHM dan selanjutnya YBHM diduga bersedia memenuhi keinginan ER dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang dengan istilah dana partisipasi," jelasnya.
Untuk memenuhi permintaan YBHM, ER diduga sempat meminta saran pada WIW dan GG terkait sumber uang dan masukan dari WIW dan GG yaitu dapat dimintakan dari para kontraktor yang menjadi pemenang proyek di tahun anggaran 2020. Diduga besaran dana partisipasi yang dimintakan 1 % dari nilai proyek dan dari keseluruhan dana partisipasi yang terkumpul nantinya ER akan mendapatkan 10 %.
Adapun uang yang diduga diterima secara bertahap oleh YBHM, WIW dan GG dengan keseluruhan sejumlah sekitar Rp2,8 Miliar dan AS turut diduga mendapatkan bagian Rp100 juta yang digunakan untuk mengurus kenaikan jabatan menjadi Kepala BPK Perwakilan.
Sedangkan ER juga mendapatkan jatah sejumlah sekitar Rp324 juta dan KPK juga masih akan melakukan pendalaman terkait dugaan aliran uang dalam pengurusan laporan keuangan Pemprov Sulsel ini.
"KPK telah mengidentifikasi titik-titik rawan korupsi pada pengelolaan keuangan negara, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pertanggungjawabannya.
Di mana modus korupsi tersebut seperti lingkaran yang saling terkait," imbuh Alex.
KPK prihatin tahapan pertanggungjawaban yang seharusnya menjadi proses untuk menguji kesesuaian pelaksanaan anggaran Negara, justru disalahgunakan oleh pihak-pihak yang diberi amanah dengan melakukan permufakatan jahat dan melakukan tindak pidana korupsi untuk memperkaya diri sendiri atau pihak-pihak tertentu.
Akibatnya, korupsi pada siklus anggaran ini adalah pengelolaan anggaran yang tidak berorientasi pada kesejahteraan rakyat secara optimal.