HALUANRAKYAT.com, KENDARI - Polemik lahan Brimob Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) kembali dipersoalkan oleh oknum Kepala Desa Puosu Jaya, Kecamatan Konda, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel).
Kali ini, Kades Puosu Jaya bernama Langa kembali menyebut adanya dugaan intimidasi dilakukan oleh oknum personel Brimob terkait persoalan lahan terebut.
Tudingan intimidasi itu ia beberkan melalui sebuah pemberitaan media online yang menyebut "Oknum Brimob Polda Sultra Diduga Lakukan Intimidasi Pada Warga Terkait Sengketa Lahan, KABAG SDM KORBRIMOB POLRI Bilang Begini".
Komandan Satuan Brimob Polda Sultra, Kombes Pol Adarma Sinaga, angkat bicara dan menanggapi soal tudingan yang disebutkan oleh oknum Kades tersebut.
Menurut Adarma Sinaga, dirinya maupun personelnya dari Brimob Polda Sultra mengaku tidak pernah melakukan tindakan intimidasi maupun kekerasan seperti yang dituduhkan oleh Kades Puosu Jaya.
Sebab, tak ada satu bukti yang dapat ditunjukan oleh Kades tersebut jika personel Brimob melakukan intimidasi maupun tindakan kekerasan terhadap warga.
"Yang ada kita hanya membongkar kayu-kayu patok yang dibuat oleh sekelompok orang yang mengaku sebagai warga Puosu Jaya. Mereka patok lahan Brimob yang diklaim oleh tanah mereka. Sehingga anggota melakukan pembongakaran patok tersebut. Namun saat membongkar patok itu, kami mendapat perlawanan dan bahkan Kades itu sengaja memancing kami agar terjadi keributan dan itu akan dijadikan sebagai bahan oleh dia (kades) bahwa anggota kami anarkis," ujar Adarma Sinaga.
Sejak pengadilan tinggi menyatakan gugatan Kades Puosu Jaya kalah, pasca itu berbagai upaya terus dilakukan untuk dapat kembali menguasai lahan Brimob Polda Sultra.
Adarma Sinaga menyebut, oknum Kades itu terus mengumpulkan massa yang mengatasnamakan korban pemilik tanah dengan lakukan provokasi. Padahal, lanjut Adarma, warga yang dikumpulkan oleh oknum Kades itu bukanah warga asi dari Desa Puosu Jaya maupun ahli waris dari lahan yang saat ini sedang dipersoalkan.
"Langa sudah beberapa kali mengumpulkan beberapa orang warga untuk emngaku sebagai pemilik lahan sah di Brimob. Namun setelah kita selidiki ternyata warga itu bukan ahli waris atau warga penduduk asli dari Desa Puosu Jaya. Jadi itu akal-akalannya saja Langa untuk membuat provokasi agar kita berbenturan dengan mereka. Sebab, Langa saat ini tengah terus cari cara memprovokasi Brimob agar berbenturan dengan warga yang nantinya itu akan dijadikan bahan olehnya untuk menyalahkan kami," ungkap Adarma Sinaga.
Tak hanya itu, Adarma Sinaga juga membongkar kedok oknum Kades Puosu Jaya hingga berani mengatur strategi mengumpulkan warga untuk berbenturan dengan anggota Brimob.
Dari hasil penyelidikannya, Adarma Sinaga mengungkap ternyata pria itu diduga terlibat dalam mafia jual beli tanah sejak menjadi Kades Puosu Jaya.
"Jadi kondisinya begini dari hasil penelusuran kami. Bahwa Langa sudah menjual sebagian tanah dari lahan restlemen Polri yang ada di Brimob dengan SKT (Surat Keterangan Tanah) yang dikeluarkan olehnya sejak jadi Kades. Dia saat ini terdesak oleh para pihak yang membeli tanah ke dia, karena sadar bahwa tanah yang dijual oleh Kades itu milik ahli waris purnawirawan Brimob. Karena desakan itulah, dia atur skenario untuk bagaimana upaya agar bisa mendapat kembali tanah yang dijualnya itu," ungkapnya.
Sejarah Lahan Brimob Polda Sultra yang Kini Dipersoalkan
Pada tahun 1970-an, awalnya tanah di Desa Lamomea, dahulunya merupakan hamparan hutan belantara. Hutan ini dijadikan sebagai tempat perburuan oleh warga sekitar untuk mencari Rusa dan Anoa.
Adanya kondisi itu, membuat warga pada saat itu enggan menjadi areal tersebut untuk digarap karena masih alami dengan keberagaman hewan buas lainnya.
Seiring dengan perkembangan waktu, tahun 1980-an Panglima ABRI Jenderal Muhamad Yusuf mengeluarkan Program Transmigrasi lokal untuk meningkatkan kesejahteraan anggota ABRI terutama yang sudah pensiun, maka Tanah Hutan tersebut dijadikan Areal Tranmigrasi Lokal oleh para Purnawirawan Polri seluas 120 Ha.
Untuk menindak lanjuti rencana Panglima ABRI tersebut, Berdasarkan Surat Kadapol XIV Sulselra No.Pol.: 18 / 3029/ XII / 1977 tanggal 6 Desember 1977 yang isinya antara lain, agar Para Dan/Ka. mengusahakan areal tanah di daerahnya untuk calon lokasi Restlement.
Tahun 1977, Danres 1451 Kendari berkoordinasi dengan Camat Ranomeeto Abdul Samad, tentang program Panglima ABRI Jenderal M. Yusuf saat itu untuk mensejahterakan Anggota ABRI. Sehingga dibutuhkan Lokasi tanah untuk Program Resetlemen Polri tersebut.
Tahun 1977, Kepala Desa (Kades) Lamomea, Muhammad Yamin, sebagai perpanjangan tangan Camat Ranomeeto, menunjuk areal persiapan Resetlemen Polri dan melaporkannya kepada Camat Ranomeeto, Abdul Samad.
Lalu pada tahun 1978, Abdul Samad, Danres 1451 Kendari dan Muhammad Yamin, H.Surabaya dan H. Lahusweng serta Brigadir (Pur) Aladin turun ke lokasi untuk meninjau Tanah Lokasi Persiapan Resetlemen Polri.
Berdasarkan Surat Kapolres Kendari No.Pol.: Log res / 1851 /2/ I / 1978 tanggal 2 Januari 1978, melaporkan bahwa tanah yang dimaksud telah disiapkan.
Lanjut pada Tahun 1979, Camat Ranomeeto mengajukan Permohonan tertulis kepada Direktorat Agraria untuk melakukan pengukuran dari tanah yang ditunjuk Muhammad Yamin untuk Persiapan Resetlemen Polri. Kemudian hasil pengukuran diserahkan ke Bupati Daerah Tingkat (Dati) II Kendari yang saat itu dijabat oleh Andri Jufri.
Sehingga, keluarlah Surat Keputusan Pemerintah Kabupaten Tingkat II Kendari Nomor : 137 /1980 tanggal 6 Agustus 1980 tentang Penunjukan Areal Tanah Negara Bebas di Desa Lamomea Kecamatan Ranomeeto untuk Lokasi Persiapan Resettlement Polri dengan LUAS TANAH 120 Ha.
Persiapan Resetlement Polri itu juga berdasarakan Surat Keputusan Pemerintah Kabupaten Tingkat II Kendari Nomor : 187 /1980 tanggal 11 Oktober 1980, tentang Penunjukan Areal Tanah Negara Bebas di Desa Lamomea Kecamatan Ranomeeto untuk Penambahan Lokasi Persiapan Resettlement Polri dengan luas tanah 15 Ha.
Beberapa tahun kemudian, pada tahun 1981 ternyata telah ditemukan berupa parit dan pagar kebun milik Ahmad Malaka. Sehingga pada saat itu Pemda Kota Kendari langsung melakukan ganti rugi Tanah Seluas 12 Ha dengan nilai Sebesar 1 Juta Rupiah kepada Ahmad Malaka.
Kemudian selanjutnya, berdasarkan Surat Kadapol XIV Sulselra No.Pol.: B/2447/XI/1982 tanggal 18 November 1982, dijelaskan terkait perihal larangan penerbitan sertifikat hak milik di atas areal tanah pemukiman Polri unit IV Lamomea Kecamatan Ranometo.
Surat Keputusan Kapolwil Sultra An Kapolda Sulselra No. Pl.: Skep / 33 / XII / 1986 tanggal 31 Desemeber 1986 tentang Penunjukan Para Purnawirawan Polri (Warga Pemukiman Polri Unit IV ) untuk mendapatkan Tanah garapan
“Tercantum namanya dalam lampiran I SK 33/86 ini, apabila tidak menggarap lahannya dalam jangka 6 (enam) bulan, maka tanah garapan tersebut DITARIK.”
“Tercantum namanya dalam lampiran II SK 33/86 ini, apabila tidak menggarap lahannya dalam jangka 3 (tiga) bulan, maka tanah garapan tersebut DITARIK.”
Agar Lebih terarah Pelaksanaan Program Translok sehingga berdaya guna dan berhasil guna serta penguasaan tanah lebih maksimal, maka Kapolda Sulselra ketika itu mengeluarkan Surat Keputusan No.Pol.: Skep/142/III/1992 tanggal 12 Maret 1992 tentang Mengangkat/ Menunjuk para Kapolres sebagai Pembina Pemukiman Polri di wilayah masing-masing.
Sehingga kebijakan Kapolres Kendari menunjuk beberapa anggota Polri yang masih aktif untuk menggarap lahan yang belum terbagi kepada purnawirawan dengan tujuan untuk menguasai lahan.
Dengan bergulirnya reformasi di tahun 1998 maka terbentuklah Polda Sultra. Sehingga kebutuhan pasukan sesuai dengan tuntutan kondisi dan situasi Kamtibmas di era reformasi, yang mana fungsi kepolisian dikedepankan dalam penegakan hukum, perlindungan dan pengayoman masyarakat serta pemberantasan KKN. Di sisi lain, kondisi Polda Sultra yang baru mekar dan banyak membutuhkan personil, maka pada tahun 1997 lulusan bintara PK dari SPN Batua sebanyak 150 orang dan 87 orang lulusan tamtama dari Watukosek ditempatkan pada fungsi Brimob di Polda Sultra.
Dengan situasi anggota Sat Brimob Polda Sultra yang belum memiliki Markas Komando tersendiri, maka pada tahun 1998 Letnan Kolonel Juned Ahmad (Wakapolda Sultra) melakukan koordinasi dan sosialisasi kepada warga Translok Purnawirawan Polri yang mendiami areal 120 Ha Tanah Resettlemen Polri, untuk meminta sebagian dari tanah Resetlemen untuk dibangun Markas Komando Sat Brimob Polda Sultra. dengan dasar Surat Deputi Logistik Polri An. Kapolri No.Pol.: B/1715/V/1998/ASLOG tanggal 20 Mei 1998.
Pada tahun 2000, Markas Komando Sat brimob Polda Sultra dibangun serta fasilitas-fasilitas latihannya secara bertahap. Mulai dari barak-barak remaja, barak siaga, gedung kantor utama, lapangan tembak dan halang rintang, perumahan perwira dan bintara serta gedung rusunawa “Satya Haprabu”.
Sejak awal berdirinya Markas Komando di atas tanah Resettelemen Polri, maka tanah di sekitar Desa Lamomea harganya meningkat sehingga mengundang perhatian para mafia-mafia tanah untuk memperjualbelikan tanah yang masih kosong, tidak terkecuali di atas tanah resettelemen Polri.
Kemudian, pada tahun 2001, beberapa orang melakukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri kendari terkait tanah seluas 12,5 hektar yang berada di area milik Polri. Beberapa yang melakukan gugatan perdata yaitu Lasemi Arif Pombili, Wedodoi, Suleman Lamo, ST. Asri B, Hataf dan Lamengo.
Namun gugatan keenam orang tersebut kalah dan Pengadilan menyatakan dimenangkan oleh pihak Polda Sultra dan Pemda Tk II Kendari.
Namun selanjutnya pada tahun 2003, Lasemi Arif Pombili dan beberapa orang lainnya kembali mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Sultra. Namun lagi-lagi kalah dan dimenangkan kembali oleh Pihak Polda Sultra dan Pemda Tk II Kendari pada saat itu.
Kemudian apda tahun 2004, Lasemi Arif Pombili dan orang-orangnya melakukan Kasasi ke Mahkamah Agung RI. Namun tetap, dalam putusan kasasi itu dimenangkan oleh pihak Polda Sultra dan Pemda Tk II Kendari dengan Nomor : 1844K/PDT/2005.
Pada tahun 2014 Kasat Brimob Kombes Pol. Drs. Udeng Kusumawijaya, melakukan penggalian Parit untuk membatasi tanah Brimob dari tanah Masyarakat.
Lalu pada tahun 2015 Kasat Brimob Kombes Pol. H. R. Kasero Manggolo, berkoordinasi dengan Kepala BPN Provinsi Sultra agar menerbitkan Sertfikat tanah 12,5 Ha yang sudah dimenangkan sampai ke tingkat Kasasi MA-RI dan Keluarlah Sertifikat yang dimaksud dengan Nomor : 21.07.04.09.4.00002. tanggal : 25-09-2015 Surat Ukur Nomor : 715 / Puosu Jaya / 2015 tanggal 23 -09-2015.