Skip to main content
Fatahillah

Pemerhati Lingkungan Kecewa Permasalahan Lingkungan di Sultra Tak Pernah Tuntas

HALUANRAKYAT.com, KENDARI - Isu pencemaran lingkungan di Sultra menjadi sebuah permasalahan yang besar. Banyaknya aktivitas pertambangan yang abai dan menabrak aturan diduga menjadi sebuah pemicu utamanya. Sejak tahun 2010 permasalahan lingkungan tak pernah dituntaskan Pemerintah Sultra. Selalu saja, ketersediaan lahan yang ada dimanfaatkan dengan aktivitas pertambangan. 

 

Bahkan, kawasan hutan lindung diduga target utama para pengusaha tambang yang ada di Bumi Anoa. Forum Pemerhati Lingkungan (FPL) Indonesia Sultra menelisik sebuah problem yang tak pernah tuntas diselesaikan Pemerintah. Salah problem itu diduga adalah kerusakan lingkungan yang berhubungan dengan aktivitas pertambangan.

 

Direktur Forum Pemerhati Lingkungan Indonesia Sultra, Fatahillah menyebutkan faktor utama terjadinya kerusakan lingkungan di Sultra adalah tambang. Ratusan Izin Usaha Pertambangan di bumi Anoa terbit diduga begitu saja tanpa melihat situasi lingkungan kawasan hutan. 

 

Padahal, Pemerintah seharusnya lebih jelih melihat lokasi penerbitan IUP. Jika itu masuk dalam kawasan hutan, seharusnya Pemerintah mencegah penerbitan IUP tersebut. Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang dikeluarkan Menteri, mestinya dibatasi. Pemegang IUP yang mengelolah dikawasan Hutan tak boleh sewenang-wenang melakukan aktivitas pertambangan. 

 

Pria yang mendapat gelar Doktor penghargaan dari Kalimantan ini menilai kerusakan lingkungan sudah terlalu masiv. Pemerintah seharusnya memikirkan bagaimana memulihkan kerusakan hutan yang ada di Bumi Anoa. Dia menuturkan, Jaminan Reklamasi yang menjadi pegangan para pemegang IUP untuk menghijaukan kembali hutan belum efektif. 

 

"Kami belum melihat kesadaran para pengusaha tambang di Sultra yang benar-benar mau melaksanakan kewajibannya menghijaukan hutan dari penyebab aktivitas tambang,"tutur Fatahilah.

 

Pengacara senior ini menginginkan harus ada keseimbangan. Antara aktivitas dengan kewajiban memulihkan kerusakan hutan. Dia melihat banyak dampak yang melebar menyasar lingkungan diduga terjadi atas ulah aktivitas pertambangan. Misalkan hutan, pencemaran air laut, kemudian yang paling besar hilangnya mata pencaharian masyarakat adat di Daerah. Fatahilah mengajak Pemerintah berpikir logis. Jika aktivitas pertambangan tak menguntungkan daerah, dan justru membawa kerusakan lingkungan, buat apa dibiarkan.

 

"Kami melihat kalau di Sultra, pertambangan Mineral nikel. Kita sudah melakukan kajian, dan pengumpulan data-data, air laut menguning gegara logam berbahaya. Kita tak tau bagaimana standar pemuatan Ore, hingga pengolahan. Sehingga Ari laut tercemar. Ini yang jadi pertanyaan,"tegas Fatahilah.

 

Fatahilah juga menyingung kerja-kerja Polri dalam melakukan penindakan dibidang lingkungan khususnya aktivitas ilegall mining. Banyak perkara Lingkungan yang tak tuntas alias mandek tak sampai ke penyidikan. Kemudian banyak perkara pertambangan yang selalunya tidak utuh dituntaskan.  

 

Dia mengurai tindak Pidana Lingkungan Hidup saat ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup  pada Bab XV, yaitu mulai dari Pasal 97 sampai dengan Pasal 120 UUPPLH. Pasal 97 UUPPLH menyatakan  bahwa tindak pidana yang diatur dalam ketentuan Pidana UUPPLH, merupakan kejahatan (rechtdelicten), sehingga maknanya bahwa level perbuatan tercelanya di atas pelanggaran.

 

Secara umum perbuatan yang dilarang dengan ancaman sanksi pidana bagi yang melanggarnya dalam UUPPLH yaitu perbuatan Pencemaran lingkungan hidup dan perusakan lingkungan hidup, namun dalam rumusan tindak pidana dalam UUPPLH diatur tidak secara umum tetapi lebih spesifik secara khusus. 

 

"Kalau dari Undang-undang tersebut, disebutkan Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,  dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. (Pasal 1 angka 14 UUPPLH). Seharusnya kita bisa tuntaskan hal ini," tegas dia.

Add new comment

Plain text

  • No HTML tags allowed.
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.