Ditulis oleh: Supriadin, Direktur Eksekutif Lembaga The Constructive Sulawesi Tenggara)
Posisi Penting Kepala Desa dalam Pemilihan Umum
Kepala desa adalah penyelenggara pemerintahan (eksekutif) di tingkat desa yang berhadapan langsung dengan masyarakat. Kepala Desa dipilih oleh masyarakat di desa, sehingga jabatan Kepala desa seringkali dikategorikan sebagai jabatan politik. Seorang yang menjadi kepala desa, dipastikan telah memenangkan pertarungan pemilihan kepala desa di wilayah desanya.
Pada tahun politik terutama menjelang pilkada dan pileg, kepala desa menjadi incaran para Pelaku politik. Bukan rahasia lagi, bahwa pihak yang berkepentingan dalam Pemilihan umum biasanya “memanfaatkan” kepala desa sebagai instrumen untuk memenangkan Pemilihan umum yang diikutinya. Dengan posisi yang strategis tersebut itulah, maka Kepala desa seringkali “diseret paksa” dalam kancah Pemilihan Umum.
Pihak yang paling memiliki peluang dalam “mengkondisikan” keterlibatan kepala desa adalah atasan mereka yang memiliki kewenangan dalam pembinaan, pengawasan dan juga memiliki hubungan penganggaran untuk pembangunan di desa.
Berbagai motif dan modus yang banyak digunakan untuk melibatkan kepala desa “secara paksa” adalah dengan iming-iming keberlanjutan jabatan, ataupun dengan ancaman pidana atas tindakan pengelolaan dana desa yang dilakukan oleh kepela desa dan jajarannya.
Dari dua modus tersebut, yang relatif paling epektif untuk memaksa Kepala desa turut terlibat membantu memenangkan calon tertentu adalah dengan cara memberi tekanan atau ancaman atas penyelenggaraan pemerintah desa yang dilakukan oleh kepala desa, utamnya pengelolaan dana desa.
Pengelolaan Dana Desa dan Kerentanan Kriminalisasi Kepala Desa
Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pembangunan desa ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Upaya mengurangi kesenjangan antara desa dan kota dilakukan dengan mempercepat pembangunan desa-desa mandiri serta membangun keterkaitan ekonomi lokal, antara desa dan kota melalui pembangunan kawasan pedesaan.
Berbagai langkah telah dilakukan salah satunya adalah memberikan porsi besar dengan mengucurkan dana desa yang kehadirannya diharapkan dapat menjadikan sumber pemasukan desa meningkat demi mengatasi permasalahan guna mencapai kesejahteraan masyarakat.
Sejak 2015, dana desa telah disalurkan dan hasilnya pun sudah terlihat seperti telah terbangunnya jalan desa, jembatan, pasar desa, fasilitas air bersih, sumur, embung, irigasi, dan sarana olahraga. Pembangunan yang bersumber dari dana desa tersebut semakin menegaskan komitmen Pemerintah untuk membangun Indonesia dari pinggiran, perbatasan, dan desa.
Dampaknya sudah sangat terasa. Menurut data Kementerian Desa PTT diketahui, dana desa dapat menurunkan kemiskinan sebanyak 1,82 juta jiwa di Indonesia. Untuk pertama kalinya persentase kemiskinan Indonesia menembus singlenya digit 9,82 persen. Penurunan kemiskinan di desa ini bisa lebih tinggi dua kali lipat dari kota yakni sebanyak 1,2 juta.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) telah menyampaikan bahwa sudah ada kesepakatan dari berbagai instansi penegak hukum yakni Kepolisian dan Kejaksaan untuk tidak mengkrimninalisasikan para kelapa desa jika sebatas melakukan kesalahan administrasi dalam pengelolaan dana desa.
Pendampingan dan pembinaan adalah langkah tepat bagi kepala desa yang melakukan kesalahan administratif. Untuk itu, Pemerintah desa harus didorong untuk melibatkan secara langsung masyarakat dalam pengelolaan dana desa, mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasannya.
Atas dasar hal tersebut, pemerintah memutuskan bahwa penggunaan dana desa harus ditingkatkan pendampingannya, yakni kepala desa harus didampingi perwakilan dari Kepolisian, Kejaksaan dan Kemenkeu, dan Satker Desa. Upaya ini penting untuk menjaga komitmen melakukan pembangunan dari desa.
Selain Nota Kesepahaman tersebut, Jaksa Agung juga mengeluarkan Surat Khusus Nomor : B-23/A.SKJA/02/2023 tanggal 14 Februari 2023 kepada para Kepala Kejaksaan Tinggi di seluruh Indonesia perihal penanganan perkara terkait pengelolaan keuangan desa.
Dalam surat edaran tersebut Jaksa Agung pada pokoknya memerintahkan kepada seluruh Kepala Kejaksaan Tinggi berserta jajaran untuk lebih cermat, bijak, dan hati-hati dalam mengambil sikap serta segera menindaklanjuti laporan atau pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat pada kesempatan pertama dengan memperhatikan batas waktu dalam setiap tahapan penanganan perkara untuk memberikan kepastian hukum dan menghindari penyelesaian perkara yang berlarut-larut sebagai perwujudan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan.
Jaksa Agung juga meminta para Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) seluruh Indonesia untuk membina kepala desa (kades) soal dana desa, dan tidak langsung menghukum para kades bila ada dugaan penyalahgunaan dana desa oleh kades.
Selanjutnya khusus dalam penanganan laporan atau pengaduan terkait dengan dugaan penyimpangan pengelolaan keuangan desa yang dilakukan oleh perangkat desa agar mengedepankan upaya preventif atau pencegahan sebagai perwujudan asas ultimum remedium atau pemidanaan sebagai upaya terakhir.
Pertanggungjawaban Dana Desa mengacu kepada sistem keuangan daerah, smentara Kepala desa adalah orang-orang biasa yang jauh dari administrasi negara. Maka setiap langkah yang dilakukan seyogyanya membutuhkan pendampingan dan pembinaan dari pemerintah Daerah. Jangan karena ketidaktahuan, aparatur desa masuk penjara.
Tanggung Jawab Pemerintah Daerah dalam Pembinaan dan Pendampingan Pengelolaan Dana Desa
Sebagai bagian dari upaya pencegahan (preventif), maka Pemerintah Daerah harus mengambil peran yang penting dalam melakukan pendampingan dan pembinaan kepada kepala desa dan aparat pemerintah desa.
Pemerintah Kabupaten tidak boleh membiarkan kepala desa dan aparatnya melaksanakan pengelolaan pemerintahan desa dalam hal ini pengelolaan dana desa dengan pengetahuan dan keterampilan yang tidak memadai.
Pemerintah desa mengelola dana yang cukup besar, jika tidak dibekali dengan ilmu dan pengetahuan serta keterampilan yang cukup, maka Pemerintah daerah sesungguhnya dengan sengaja memberikan bom waktu kepada kepala desa dan aparatur pemerintah desanya.
Untuk itu, Pemerintah Daerah selayaknya ikut serta merumuskan instrumen yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan Kepala Desa dalam menjalankan tugas dan fungsinya, sehingga terhindar dari kesalahan administrasi atau pun juga penyalahgunaan kewenangan yang berpotensi pada tindakan pidana.
Kelemahan-kelemahan tersebutlah yang umumnya digunakan oleh “oknum” politisi yang berkolaborasi dengan Pemerintah daerah untuk menekan dan mengancam Kepala desa, sehingga akhirnya oknum-oknum kepala desa tersebut “dipaksa” untuk terlibat menyukseskan hajatan politik mereka.
Penutup
Opini ini saya buat bukan untuk memberi pembelaan atas tindakan pidana yang mungkin saja dilakukan oleh oknum Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Opini ini saya sajikan sebagai referensi bagi siapapun bahwa Pemerintah desa dengan segala kelebihan dan kekurangannya sangat rentan untuk di kriminalisasi yang selanjutnya dijadikan alat bargaining power bagi pegiat politik, untuk menekan, mengintimidasi dan mengancam Kepala Desa, utamanya pegiat politik yang mendapat akses dan berkolaborasi kepada pemerintah daerah.
Melalui opini ini, saya juga menyambut baik atas sikap Kementerian desa yang lebih fokus pada nilai manfaat dari dana desa daripada potensi mudharat yang mungkin dapat timbul. Demikian pula kepada pihak kejaksaan yang lebih menekankan pada tindakan preventif atas kesalahan dan kekeliruan pengelolaan dana desa yang mungkin saja dilakukan oleh oknum kepala desa.
Melalui opini ini juga, saya secara tegas ingin menyampaikan dan sekaligus menggugah kepada Pemerintah Daerah untuk secara serius melakukan pendampingan dan pembinaan kepada kepala desa dalam mengelola dana desa.
Melalui opini ini juga secara tegas ingin saya sampaikan bahwa, tindakan intimidasi atau mengancam untuk mempidanakan kepala desa dengan memanfaatkan kesalahan atau kekeliruan kepala desa dalam penyelenggaran pemerintahan desa adalah tindakan yang melukai nilai demokrasi.