Skip to main content
AMSI

Kebijakan Bank Sultra Bisa Bikin Celaka Kebebasan Pers

HALUANRAKYAT.com, KENDARI -- Kebijakan Bank Sulawesi Tenggara (Sultra) yang mewajibkan jurnalis mengisi formulir konfirmasi media, dikecam kalangan organisasi pers di Bumi Anoa.

Setelah kecaman yang dikeluarkan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sultra, kritik pedas juga disampaikan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sultra, yang merupakan organisasi perusahaan pers konstituen Dewan Pers.

Diberitakan sebelumnya, Bank Sultra mengeluarkan kebijakan yang mengharuskan setiap jurnalis mengisi formulir konfirmasi yang sudah disiapkan .

Selanjutnya, Bank Sultra melakukan profiling profesi dan data diri pribadi jurnalis.

Ketika dalam verifikasi itu tidak sesuai dengan standar dan keinginan yang ditentukan, Bank Sultra menolak untuk memberikan keterangan kepada wartawan yang hendak megonfirmasi.

Kebijakan itu langsung berdampak pada jurnalis yang sedang menjalankan tugasnya. Salah satunya dialami jurnalis Inews Kendari (MNC Media) Mukhtaruddin pada Selasa (7/11).

Mukhtarudin atau karib disapa Utha saat itu hendak mengkonfirmasi terkait dugaan tindak pidana korupsi berdasarkan temuan BPK Sultra.

Setelah menyetorkan sejumlah syarat dan diprofiling, Bank Sultra lantas menyatakan formulir yang diserahkan Utha tidak memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.

"Syarat yang diminta sudah saya lengkapi, seperti kartu pers, hingga KTP dan Kartu Tanda Anggota IJTI. Tetapi saya dianggap tidak layak melakukan klarifikasi, sehingga Bank Sultra menolak diwawancarai," kata Muhktaruddin.

Humas Bank Sultra, Wa Ode Nurhuma menjelaskan kepada Muhktaruddin bahwa permintaan formulir itu bertujuan untuk menjaga reputasi perusahaan sehingga selektif dalam memberikan informasi publik

"Mohon maaf pak, demi menjaga risiko reputasi kami tidak melakukan konfirmasi kepada media yang tidak memenuhi sesuai form yang kami berikan," kata Nurhuma via WhatsApp Selasa (7/11).

Menanggapi hal itu, Ketua AMSI Sultra, Jurfri Rachim, mengatakan kebijakan Bank Sultra tersebut tidak singkron dengan pelaksanaannya jika melihat apa yang terjadi pada salah satu jurnalis MNC.

"Kalau membaca kronologis demikian, berarti antara kebijakan dengan pelaksanaannya yang tidak singkron. Misalnya, dalam kasus wartawan MNC yang telah menunjukan kartu IJTI Sultra, lantas apa dasarnya Bank Sultra menghalangi, bukankah dalam listingnya telah terferivikasi anggota organisasi IJTI sebagai konstituen Dewan Pers," kata Jufri, Selasa (7/11), malam.

Menurut Ahli Pers Dewan Pers ini, Bank Sultra seharusnya mensosialisasikan dahulu kebijakan itu kepada kalangan pers.

"Dengan demikian, sebaiknya Bank Sultra mensosialisasikan dulu kebijakannya itu pada pihak pers tentang bagaimana penerapan kebijakan formulirnya," terangnya.

"Misalnya, apakah seorang wartawan yang mencari informasi di Bank Sultra harus memenuhi semua daftar dalam list formulir itu, atau cukup salah satu pointnya saja, atau bagaimana. Dengan adanya standar penerapan yang jelas maka pihak pers pun bisa mempertimbangkan kebijakan formulir demikian," imbuhnya.

Menurut Jufri, apabila memang Bank Sultra mewajibkan agar setiap jurnalis yang hendak melakukan konfirmasi mengisi seluruh poin listing di formulir mereka, maka itu akan mencelakai kebebasan pers.

"Kalau kita sandingkan pengalaman dari teman jurnalis MNC dan jurnalis lain yang terhalangi tugasnya karena kebijakan itu, berarti kita bisa menduga bahwa bank itu hanya mau menerima wartawan yang memenuhi semua listing formulir mereka. Tentu kalau ini yang terjadi, maka kebebasan pers akan celaka," pungkasnya.**

Add new comment

Plain text

  • No HTML tags allowed.
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.